Bukan Sekadar Angka, Pameran Data Art di Yogyakarta Ubah Data Jadi Seni yang Hidup

Pameran Data Art: Indonesia, Life Behind Data yang resmi dibuka di Jogja Gallery, Yogyakarta, pada Senin (25/8/2025) dan akan berlangsung hingga 30 Agustus 2025.

Agustus 27, 2025 - 00:00
Bukan Sekadar Angka, Pameran Data Art di Yogyakarta Ubah Data Jadi Seni yang Hidup

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Bagaimana jika angka, grafik, dan data kering berubah menjadi karya seni yang bisa dirasakan langsung? Itulah yang ditawarkan dalam Pameran Data Art: Indonesia, Life Behind Data yang resmi dibuka di Jogja Gallery, Yogyakarta, pada Senin (25/8/2025) dan akan berlangsung hingga 30 Agustus 2025.

Pameran unik ini menghadirkan lebih dari 40 karya lintas disiplin yang menggabungkan seni, sains, teknologi, dan data untuk mengupas isu-isu besar bangsa. Mulai dari utang negara, budaya digital anak, kesehatan mental, keselamatan transportasi, ekspor daerah, hingga polarisasi media sosial.

Setiap karya dibuat agar publik tidak hanya membaca angka, tetapi juga merasakan cerita di balik data. Misalnya:

  • Berlari Dengan Beban Masa Lalu, gim interaktif yang menggambarkan beban utang negara.
  • Lost My Toys, karya yang menyoroti dampak gawai pada masa kecil anak-anak.
  • Serba Koneksi, eksplorasi visual tentang jejaring media sosial dan polarisasi masyarakat.
  • Unspoken Voices, instalasi yang mengangkat isu kesehatan mental.
  • Sleepy Driver, karya berbasis sensor dan AI yang menekankan pentingnya keselamatan jalan raya.
  • Jalinan Ekspor Nusantara, peta interaktif tentang potensi sekaligus ketimpangan ekspor di Indonesia.

Melalui pendekatan kreatif ini, pameran seakan mengajak pengunjung untuk melihat data bukan sekadar angka, melainkan potret nyata kehidupan bangsa.

Tokoh Nasional hingga Akademisi Turut Apresiasi

Tokoh industri kreatif Wishnutama Kusubandio dalam sambutan pembukaan menilai pameran ini sebagai inovasi penting.

“Kita hidup di era data dan kecerdasan buatan; seni menjadi bahasa yang mendekatkan sains kepada masyarakat dan menjaga relevansinya dengan isu-isu bangsa,” ujar Wishnutama, Selasa (26/8/2025).

Sementara itu, Dr. Michael Hoch, seniman sekaligus saintis dari University of Technology Vienna dan CERN, menekankan bahwa pameran ini menegaskan posisi ilmuwan Indonesia di panggung dunia.

“Ketika algoritma, sensor, dan angka dipadukan dengan seni, kita tidak hanya melihat karya, tetapi juga masa depan riset yang lebih terbuka,” katanya.

Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, turut memberikan apresiasi. “Riset tidak hanya berhenti di laboratorium. Dengan seni, penelitian bisa lebih hidup, relevan, dan mudah dipahami masyarakat,” ungkap Ova.

Pameran ini digagas oleh FMIPA UGM bersama Keluarga Alumni FMIPA UGM (Kamipagama). Ketua Kamipagama, Daniel Oscar Baskoro, menyebut acara ini sebagai yang pertama di Indonesia.

“Data dan sains tidak lagi sebatas angka, melainkan kisah kehidupan. Melalui pameran ini, kami ingin memperluas literasi data dan sains lewat seni,” jelasnya.

Pameran Indonesia, Life Behind Data terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya, setiap hari pukul 12.00–20.00 WIB di Jogja Gallery.

Lebih dari sekadar pameran seni, acara ini diharapkan menjadi momentum lahirnya inovasi baru yang mampu menjawab tantangan bangsa melalui kolaborasi seni, sains, dan teknologi. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow