Film Seribu Bayang Purnama, Mengangkat Kisah Perjuangan Petani ke Layar Lebar
Film bertema perjuangan petani Indonesia berjudul Seribu Bayang Purnama siap tayang serentak di seluruh jaringan bioskop nasional mulai 3 Juli 2025.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Film bertema perjuangan petani Indonesia berjudul Seribu Bayang Purnama siap tayang serentak di seluruh jaringan bioskop nasional mulai 3 Juli 2025.
Film produksi Baraka Films ini menawarkan lebih dari sekadar hiburan—ia menyuguhkan potret jujur kehidupan petani Indonesia yang penuh pengorbanan, harapan, dan perjuangan.
Disutradarai oleh Yahdi Jamhur—yang juga dikenal sebagai jurnalis dan sinematografer dokumenter—film ini diangkat dari kisah nyata yang mencerminkan realita sosial di desa.
Pengambilan gambar dilakukan di beberapa lokasi pedesaan seperti Bantul dan Sleman, demi menghadirkan nuansa otentik kehidupan petani yang jarang tersentuh layar lebar.
“Petani sering luput dari sorotan perfilman kita. Padahal merekalah tulang punggung negeri agraris seperti Indonesia. Lewat film ini, kami ingin menunjukkan bahwa pertanian bukan hanya soal bercocok tanam, tapi juga tentang martabat dan keberlanjutan hidup,” ujar Yahdi, Selasa (24/6/2025).
Cerita Tentang Tekad, Tradisi, dan Cinta
Narasi film mengikuti perjalanan Putro Purnomo (diperankan oleh Marthino Lio), seorang pemuda yang kembali ke desa setelah lama tinggal di kota. Ia memilih mengabdikan diri pada pertanian alami, meski menghadapi penolakan dari sebagian warga dan keluarga saingan lama ayahnya, Budi (Nugie).
Film Seribu Bayang Purnama memotret kehidupan petani Indonesia yang penuh pengorbanan, harapan, dan perjuangan. (Foto: Baraka Films)
Konflik memuncak ketika Putro harus bersaing dalam kompetisi pertanian dan sekaligus terjebak dalam dilema cinta dengan Ratih (Givina Whani Darmawan), putri dari keluarga rival sekaligus pemilik toko pupuk kimia.
Dengan alur dramatis namun membumi, Seribu Bayang Purnama tidak hanya menyuguhkan konflik sosial dan cinta, tetapi juga menggambarkan persoalan riil petani seperti ketergantungan pada tengkulak, mahalnya pupuk, dan minimnya akses modal.
Sinema untuk Perubahan Sosial
Skenario film ini ditulis oleh Swastika Nohara, penulis skenario berprestasi yang pernah meraih dua Piala Maya dan dinominasikan dalam FFI 2014. Sentuhan emosional dalam naskahnya memperkuat pesan-pesan sosial yang diangkat.
Seluruh Keuntungan Dialokasikan untuk Program Pemberdayaan Petani
Film ini tidak hanya mengedukasi, tapi juga beraksi nyata. Baraka Films mengumumkan bahwa seluruh keuntungan dari penjualan tiket film akan digunakan untuk program pemberdayaan petani. Program ini akan fokus pada pendampingan pertanian alami dan penguatan koperasi petani di berbagai daerah.
Sutradara film Seribu Bayang Purnama Yahdi Jamhur mengarahkan gaya para pemain. (Foto: Baraka Films)
“Kami ingin generasi muda kembali mencintai desa dan menjadikan pertanian sebagai pilihan hidup, bukan jalan buntu,” tambah Yahdi. Ia juga menyebut rencana pembentukan Koperasi Merah Putih dan Sekolah Rakyat yang saat ini sedang difinalisasi untuk diluncurkan oleh pemerintah.
Lebih dari Sekadar Film
Dalam produksi ini, metode pertanian alami yang ditampilkan bukan sekadar elemen fiktif, tapi dapat langsung diterapkan di lapangan. Dengan biaya produksi rendah dan hasil yang sehat dikonsumsi, pendekatan ini dinilai mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
“Lewat Seribu Bayang Purnama, kami ingin menyampaikan bahwa kedaulatan pangan adalah bagian dari kedaulatan bangsa. Film ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap nasib petani dan masa depan Indonesia,” kata Yahdi.
Tentang Baraka Films
Baraka Films adalah rumah produksi yang mengusung nilai-nilai edukatif, budaya, dan sosial dalam setiap karyanya. Berkomitmen untuk menyajikan cerita-cerita yang menyentuh kehidupan masyarakat Indonesia, Baraka Films menghadirkan sinema yang tidak hanya menghibur, tapi juga menginspirasi dan menggugah kesadaran publik. (*)
Apa Reaksi Anda?






