Refleksi Hardini Dyah Astuti dan Keberanian untuk Berhenti Sejenak Melalui buku jurnal My Rhapsody in Blue

Acara peluncuran buku di Creative Space, Gramedia Jalma, pada beberapa waktu lalu menjadi ruang penyatuan antara seni

Oktober 13, 2025 - 09:30
Refleksi Hardini Dyah Astuti dan Keberanian untuk Berhenti Sejenak Melalui buku jurnal My Rhapsody in Blue

Acara peluncuran buku di Creative Space, Gramedia Jalma, pada beberapa waktu lalu menjadi ruang penyatuan antara seni, spiritualitas, dan kejujuran. drg. Hardini Dyah Astuti, yang akrab disapa Hadania, tidak hanya merilis karya, tetapi telah berhasil membuka ruang kontemplasi bagi mereka yang ingin berhenti sejenak dari kesibukan.

Dalam acara yang berkolaborasi dengan Jalma Journal Day Out! ini, Hadania memperkenalkan karyanya yang tergabung dalam Trilogy Road to Mindfulness: My Rhapsody in Blue, 39 is 0, dan Sacred Feminine Oracle Card.

Karya ini bukan sekadar kumpulan kata atau gambar, melainkan sebuah monolog panjang tentang keberanian untuk memulai kembali dan menjadikan nol sebagai titik awal.

Namun, yang paling mencuri perhatian adalah Sacred Feminine Oracle Card. Hadania hadir dengan interpretasi yang berbeda mengenai kartu ini. "Kartu ini bebas, memang bisa digunakan sebagai meramal juga, kok, kalau memang si penggunanya bisa. Tapi, tujuan saya dual fungsi," ujar Hadania.

Menurutnya, fungsi utama kartu tersebut bukanlah untuk prediksi, melainkan untuk berpikir mendalam dan mengenal diri.

Dalam sesi yang juga dipandu oleh pekerja seni Ika Vantiani, yang kali ini mengajak peseta workshop untuk menyelemi sisi menulis jurnal digabung dengen seni kolase yang terinspirasi dari kartu dek oracle Sacred Feminine Oracle Card. Dalam hal ini Hadania menjelaskan bahwa setiap kartu dalam dek Oracle tidak hanya memiliki makna reading, tetapi juga dilengkapi dengan serangkaian pertanyaan panduan untuk menulis jurnal.

​"Menulis jurnal adalah sebuah praktik yang memberi kita ruang dan waktu yang dibutuhkan untuk berhenti sejenak; untuk mendengarkan suara di dalam diri kita, agar kemudian bisa terhubung dengan diri kita yang sesungguhnya," ujar Vantiani, menggarisbawahi pentingnya praktik ini.

Ika Vantiani menambahkan, praktik menulis jurnal menunjukkan bahwa proses ini bukan hanya sekadar gambar dan tulisan semata.

Hadania melanjutkan, inilah hal utama yang ia tawarkan. Ia mengundang penggunanya untuk tidak sekadar menerima takdir yang "dibaca", melainkan untuk menyelami emosi dan pertanyaan personal yang sesungguhnya.

​"Masing-masing dari teman-teman akan mengambil satu kartu. Di bawah kartu itu sudah ada pertanyaan panduan untuk menulis jurnal. Perasaan-perasaan apa sih yang bisa terjadi dari visual kartunya, sama prompt tulisannya, pertanyaannya. Di sanalah kontemplasi itu terjadi," jelas Hadania kepada para peserta.

Di sinilah letak makna terdalam karya Hadania. Ia ingin kita jujur pada diri sendiri, berani berhenti sejenak dari hiruk pikuk, menarik napas, dan berkata, "Oke, kalau gitu saya harus berhenti karena sudah terlalu jauh."

Melalui peluncuran buku ini, Hadania telah menunjukkan bahwa keberanian sejati seorang perempuan bukan terletak pada seberapa jauh ia melangkah, melainkan pada kemampuan untuk berhenti sejenak dan menyimak suara hati.

​Inilah saatnya menemukan kembali jati diri dan memulai perjalanan pulang menuju jiwa yang sesungguhnya dengan seni kontemplasi.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow