Dewi Juliani: Penegakan Hukum Harus Berpihak pada Keadilan dan Kemanusiaan dalam Kasus Ibu Inong
Lagi, hukum di Indonesia menjadi sorotan. Berbagai pihak menyoroti penahanan terhadap seorang ibu rumah tangga berusia 57 tahun asal Dumai, Inong Fitriani,

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Lagi, hukum di Indonesia menjadi sorotan. Berbagai pihak menyoroti penahanan terhadap seorang ibu rumah tangga berusia 57 tahun asal Dumai, Inong Fitriani, yang saat ini menjalani proses hukum atas dugaan pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Salah satunya, Anggota Komisi III DPR Dewi Juliani yang menyampaikan keprihatinan mendalam.
Dewi Juliani mendorong Kejaksaan Negeri Dumai dan seluruh aparat penegak hukum untuk menjunjung tinggi asas keadilan, proporsionalitas, dan profesionalisme dalam menangani kasus ini.
“Kasus ini harus diproses secara hukum hingga tuntas melalui mekanisme peradilan yang adil dan transparan. Namun, dalam setiap langkah penegakan hukum, aspek kemanusiaan harus tetap menjadi pertimbangan utama,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (14/5/25)
Dewi menekankan permohonan penangguhan penahanan terhadap Ibu Inong bukanlah bentuk intervensi terhadap proses hukum, melainkan ajakan untuk mengedepankan pendekatan humanis sesuai dengan prinsip restorative justice yang diamanatkan dalam sistem hukum modern Indonesia.
“Penangguhan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 dan Pasal 22 ayat (1) KUHAP merupakan instrumen hukum yang sah, dan dapat diterapkan atas dasar pertimbangan kemanusiaan serta syarat-syarat tertentu. Saya mendorong agar Kejaksaan Negeri Dumai mempertimbangkan permohonan ini dengan objektif,” terang Dewi Juliani.
Menurut Dewi Juliani, Ibu Inong adalah perempuan yang telah berusia lanjut, seorang ibu dari beberapa anak, serta sangat kooperatif selama seluruh proses penyidikan.
“Dengan mempertimbangkan faktor usia, kondisi keluarga, dan sikap kooperatifnya, saya menilai bahwa permohonan penangguhan penahanan sangat layak untuk dikabulkan,” urai legislator dapil Riau ini.
Dalam konteks penegakan hukum yang adil, Dewi Juliani juga menyoroti pentingnya aparat untuk tidak berhenti pada kasus perorangan, melainkan juga mengusut tuntas dugaan keterlibatan mafia tanah yang merampas hak-hak masyarakat.
“Kepolisian dan kejaksaan harus bekerja secara profesional dan objektif, tidak pandang bulu, dalam mengusut jaringan mafia tanah. Namun di saat yang sama, aparat juga harus menunjukkan empati dan kepekaan terhadap kondisi sosial dan pribadi para pihak yang terlibat, terutama mereka yang rentan dalam sistem hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan bahwa hukum yang baik bukan hanya yang keras, tetapi juga yang adil dan berperikemanusiaan.
“Saya percaya bahwa ukuran penegakan hukum yang berhasil tidak hanya dilihat dari seberapa tegas hukum ditegakkan, tetapi juga dari seberapa besar rasa keadilan dan kemanusiaan itu bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” tutup Dewi Juliani.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Dumai, Andreas Tarigan, didampingi Kasi Pidana Umum, Hendar Nasution, menjelaskan bahwa berkas dinyatakan lengkap pada 21 Maret 2025. Sementara pelimpahan tersangka dan barang bukti dilakukan pada 5 Mei 2025.
“Berkas sudah lengkap dan segera kami limpahkan ke pengadilan. Tersangka saat ini dititipkan di Rumah Tahanan Bumi Ayu Dumai,” ujar Andreas, Rabu (14/5/2025).
Apa Reaksi Anda?






