TPI Mimbo Situbondo, Nadi Ekonomi Pesisir yang Terabaikan

Di balik hiruk-pikuk pelelangan ikan di TPI Mimbo Situbondo, tersembunyi kisah perjuangan nelayan dan buruh angkut yang menopang ekonomi pesisir Jawa Timur.

Juli 1, 2025 - 17:56
TPI Mimbo Situbondo, Nadi Ekonomi Pesisir yang Terabaikan
Suasana di TPI Mimbo Situbondo, Selasa (01/07/2025). (Foto: Hainor Rahman/TIMES Indonesia).

TIMES Network – data-start="213" data-end="369">Di pesisir timur Kabupaten Situbondo, tepatnya di Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, berdiri Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mimbo. Sejak dini hari, aktivitas di pelabuhan ini sudah menggeliat. Nelayan kembali dari laut membawa hasil tangkapan segar, sementara buruh angkut dan pedagang bersiap menyambut kedatangan mereka.

Agus, seorang nelayan berusia 41 tahun, telah menghabiskan dua dekade terakhir melaut sejak pukul tiga sore hingga dini hari.

"Kalau tidak melaut, dapur tidak ngebul," ujarnya.

Peran Vital dalam Distribusi Hasil Laut

TPI Mimbo bukan sekadar pasar ikan; ia adalah simpul distribusi hasil laut yang penting bagi Jawa Timur. Setiap harinya, puluhan ton ikan segar seperti kempar, tongkol, layor, cumi, dan udang didistribusikan ke berbagai daerah, termasuk Surabaya, Malang, Jakarta, dan Bali. 

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, pada 2024, produksi perikanan tangkap provinsi ini mencapai lebih dari 735.000 ton, menjadikannya penyumbang hasil laut terbesar nasional.

Infrastruktur yang Tertinggal

Meski memiliki peran strategis, TPI Mimbo menghadapi berbagai tantangan. Bangunan tua, minimnya fasilitas penyimpanan dingin, dan proses lelang yang masih manual menjadi hambatan dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan.

"Kalau pagi hujan, susah. Barang enggak bisa cepat keluar. Tapi ya tetap dilakoni. Ini hidup kami," kata Agus.

Ketiadaan teknologi digital dan pendingin modern membuat ikan harus segera dijual atau dikirim, meningkatkan risiko kerugian bagi nelayan dan pedagang.

Jaringan Sosial dan Solidaritas

TPI Mimbo juga menjadi tempat bertemunya berbagai komunitas. Buruh angkut dari Pulau Sapudi, Madura, telah menjadi bagian dari denyut Mimbo sejak bertahun-tahun lalu. Satu kali angkut, mereka dibayar Rp30.000.

"Tidak besar, tetapi cukup bagi para kuli angkut untuk membeli beras dan membayar listrik di kontrakan sempit dekat dermaga," ungkap seorang buruh angkut.

Nor Haina, pedagang perempuan dari Pulau Raas, rutin menempuh perjalanan lebih dari 8 jam untuk membeli ikan segar di TPI Mimbo. "Di Raas belum ada TPI. Jadi kami ke sini. Karena kualitas ikannya beda. Masih basah, masih hidup kadang," tuturnya. 

Harapan untuk Revitalisasi

Pemerintah Kabupaten Situbondo telah mengisyaratkan rencana revitalisasi pelabuhan ini. Namun, hingga kini, perubahan signifikan belum terlihat. Sementara itu, kehidupan di TPI Mimbo terus berjalan, dengan nelayan, buruh, dan pedagang yang tetap bekerja, berharap, dan percaya bahwa dari laut, hidup bisa terus bertahan.(*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow