APTMA Dorong Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tembakau Madura
Asosiasi Pengusaha Muda Tembakau Madura (APTMA) melakukan audiensi strategis dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait tarif cukai tembakau

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Muda Tembakau Madura (APTMA) melakukan audiensi strategis dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait tarif cukai tembakau dan pengelolaan kawasan tembakau di Madura. Audiensi berlangsung di Gedung Sulawesi, Kantor Dirjen Bea dan Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, dan diterima langsung oleh sejumlah pejabat kunci dari DJBC.
Pada Audiensi kali ini turut hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari Dirjen Bea dan Cukai yaitu: Akbar Harfianto – Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar, Banda Cahyono – Kasi Hubungan Antar Lembaga, Alromoon – Kasi Kepatuhan Pengusaha BKC I, dan Mahfud Hasan – Kasi Tarif Cukai dan Harga Dasar III.
Ketua Umum APTMA, Holili, dalam pemaparannya menyampaikan pentingnya penambahan kategori tarif Sigaret Kretek Mesin (SKM), yaitu SKM III, sebagai bentuk afirmasi terhadap pelaku usaha tembakau kecil dan menengah di Madura. Ia mengusulkan agar SKM III dikenakan tarif sebesar Rp450 per batang, sehingga tidak memberatkan pelaku usaha maupun masyarakat sebagai konsumen akhir, dan tetap memberikan keuntungan yang adil bagi petani.
“Kami harap adanya SKM III bisa menjadi solusi agar pengusaha tidak tertekan, masyarakat tetap mampu membeli, dan petani pun senang karena harga tetap stabil. Madura ini penghasil tembakau berkualitas, sudah saatnya ada perlakuan yang lebih berpihak,” tegas Holili.
Selain itu, APTMA juga mendorong pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tembakau Madura, mengingat potensi tembakau Madura yang sangat besar namun belum mendapatkan perhatian setara dari pemerintah pusat. APTMA berharap pemerintah, khususnya Bea dan Cukai, bisa datang langsung ke Madura untuk berdialog bersama asosiasi dan pelaku usaha secara langsung.
“Regulasi tidak boleh dibuat dari ruang ber-AC saja. Pemerintah perlu hadir ke Madura, melihat kondisi riil kami, dan mendengar aspirasi pelaku usaha secara langsung,” tambahnya.
APTMA juga menyoroti bahwa di tengah gencarnya upaya pemerintah memberantas peredaran rokok ilegal, harus ada kebijakan yang bersifat resolutif dan mendorong pembinaan, bukan hanya penindakan. Salah satunya adalah dengan menambahkan golongan tarif SKM III, agar pelaku usaha legal tetap memiliki ruang untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
“Kami tidak anti pemberantasan rokok ilegal. Tapi itu harus dibarengi dengan pembinaan yang memberi ruang hidup bagi pelaku usaha sah, termasuk dengan penambahan golongan pabrik jenis SKM dan SPM serta penyesuaian tarif cukai,” tegas Holili.
Menanggapi usulan tersebut, Akbar Harfianto selaku perwakilan dari DJBC menyampaikan apresiasi atas masukan APTMA. Ia menyebut bahwa usulan penambahan variabel SKM adalah opsi paling memungkinkan dan relevan secara kebijakan fiskal.
“Kehadiran APTMA sangat tepat waktunya. Dalam waktu dekat, kami akan memasuki fase pembahasan bersama mitra strategis termasuk Kementerian Keuangan dan Badan Kebijakan Fiskal. Kami akan mengkaji secara mendalam usulan ini dan akan diagendakan bersama Pak Febrio Kacaribu, Kepala BKF,” jelas Akbar.
Audiensi ini ditutup dengan komitmen APTMA untuk terus mengawal aspirasi masyarakat tembakau Madura agar mendapatkan perlindungan, keadilan fiskal, dan dukungan dalam pengembangan usaha.
“Kami hadir membawa suara petani, pengusaha, dan masyarakat Madura. Kami ingin pemerintah lebih adil, mendukung rokok lokal Madura, dan memberi ruang inovasi bagi anak muda. Kami akan terus kawal ini demi kesejahteraan semua pihak,” pungkas Holili.
Apa Reaksi Anda?






