Konser Ruang Bermusik 2025 di Tasikmalaya Tuai Kontroversi

Konser Ruang Bermusik bukan sekadar panggung hiburan. Festival ini telah menjadi ikon kebangkitan sektor ekonomi kreatif

Juli 11, 2025 - 21:30
Konser Ruang Bermusik 2025 di Tasikmalaya Tuai Kontroversi

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Konser akbar tahunan Ruang Bermusik 2025, yang dijadwalkan digelar selama dua hari pada 19-20 Juli 2025 di Lanud Wiriadinata, Cibeureum, Kota Tasikmalaya, menuai gelombang polemik. 

Salah satu musisi yang akan tampil, Hindia, menjadi sorotan tajam dari sejumlah elemen masyarakat, khususnya ormas Islam, karena dianggap membawa unsur satanisme.

Namun, pihak penyelenggara menanggapi sorotan isue tersebut yang menyatakan bahwa munculnya isue tersebut tidak berdasar dan lahir dari kesalahpahaman serta informasi yang tidak utuh.

Salah satu perwakilan Ruang Bermusik, Rizki Ginanjar Saputra menjelaskan bahwa sorotan terhadap Hindia sebagai penganut satanisme sudah berkali-kali dibantah oleh musisi yang bersangkutan. Bahkan klarifikasi telah disampaikan secara terbuka melalui berbagai kanal media nasional dan podcast populer di Indonesia.

“Isunya mereka itu satanis, padahal sudah diklarifikasi secara langsung oleh Hindia bahwa itu tidak benar. Mereka bukan satanis, dan hanya menampilkan bentuk ekspresi artistik dalam panggung pertunjukan,” jelas Rizki, Jumat (11/7/2025) malam.

Rizki menyinggung aksi panggung Hindia saat peluncuran album “Lagi pula Hidup Akan Berakhir” pada tahun 2023, yang menjadi pemicu berkembangnya isu satanisme. Aksi tersebut sempat viral karena ditafsirkan mengandung simbol pemujaan setan.

“Dari beberapa podcast menurutnya itu bukan ritual atau pemujaan. Hanya bentuk ekspresi artistik semata. Sepanjang tahun 2025 ini saja, Hindia telah tampil di lebih dari 30 panggung di seluruh Indonesia, hanya dua yang gagal, dan itu pun karena alasan sponsor,” tambahnya.

Rizki menyebut, Ruang Bermusik 2025 telah melakukan koordinasi dan dialog terbuka dengan berbagai pihak, termasuk Forkopimda dan ormas Islam, guna memastikan tidak adanya unsur yang bertentangan dengan norma lokal, termasuk agama dan budaya.

“Kami telah melakukan paparan terbuka. Kami pastikan tidak ada simbol-simbol ritual, patung, atau aksi panggung yang menyinggung umat beragama. Bahkan jika ada pelanggaran, kami siap menghentikan pertunjukan dan mencoret band dari line-up,” tegasnya.

Penyelenggara Ruang Bermusik juga menurut Rizki menerapkan SOP dan kode etik ketat, di antaranya larangan menampilkan unsur politik, kekerasan, pornografi, serta mewajibkan pakaian sopan bagi seluruh musisi, termasuk vokalis perempuan.

Konser Ruang Bermusik bukan sekadar panggung hiburan. Dalam empat tahun terakhir, festival ini telah menjadi ikon kebangkitan sektor ekonomi kreatif dan pariwisata di Tasikmalaya. Menurut Rizki, konser ini memberikan dampak ekonomi signifikan bagi pelaku UMKM, sektor perhotelan, hingga kuliner lokal.

“Tahun ini kami mencatat ada penonton dari luar kota seperti Jakarta, Depok, Bandung, hingga Jawa Timur. Ini menandakan daya tarik Tasikmalaya semakin besar sebagai destinasi wisata berbasis musik, selain itu panitia juga menyediakan musala, tempat wudhu, dan area beribadah di lokasi acara.” ucap Rizki.

Terkait perizinan, Rizki menegaskan bahwa seluruh tahapan administratif telah dilakukan, dimulai dari tingkat Polsek hingga saat ini tinggal menunggu rekomendasi dari Polres Kota Tasikmalaya untuk proses lebih lanjut ke Polda Jawa Barat.

“Rekomendasi dari bawah sudah kami tempuh. Kami berharap prosesnya lancar agar acara ini bisa berlangsung dengan damai dan positif,” ujarnya.

Sementara itu, dukungan terhadap penyelenggaraan Ruang Bermusik juga datang dari Forum Bhinneka Tunggal Ika Kota Tasikmalaya. Ketua forum, Asep Rizal Asyari, menyatakan bahwa konser musik adalah hak warga negara yang dilindungi undang-undang, selama tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku.

“Saya mendukung. Ini bagian dari ekonomi kreatif dan upaya membangun identitas kota event. Jika ada hal-hal yang melanggar, harus ditelusuri secara utuh, bukan sepihak,” kata Asep saat dihubungi TIMES Indonesia melalui telepon selulernya.

Rizki Ginanjar berharap agar masyarakat dan semua pihak bisa menyikapi isu ini secara bijak. Ia menekankan pentingnya membangun Tasikmalaya yang inklusif terhadap kreativitas, budaya, dan ekonomi tanpa meninggalkan nilai-nilai lokal.

“Tasik adalah kota religius, dan kami sangat menghormatinya. Tapi jangan sampai kita terpecah karena informasi yang belum tentu benar. Mari kita dukung ruang ekspresi yang sehat, terbuka, dan membawa dampak positif bagi semua,” tandasnya. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow