Di Tengah Peningkatan Signifikan, Industri Daur Ulang Plastik Alami Krisis Pasokan Bahan Baku Daur Ulang

Industri daur ulang plastik di Indonesia memegang peranan strategis dalam mendorong transisi menuju ekonomi sirkular dan mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik. Sektor ini…

September 8, 2025 - 22:00
Di Tengah Peningkatan Signifikan, Industri Daur Ulang Plastik Alami Krisis Pasokan Bahan Baku Daur Ulang

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Industri daur ulang plastik di Indonesia memegang peranan strategis dalam mendorong transisi menuju ekonomi sirkular dan mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik. Sektor ini tidak hanya berkontribusi terhadap pengurangan beban lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah material pascakonsumsi, dan pengurangan emisi gas rumah kaca.

Industri daur ulang plastik telah menjadi tulang punggung pengelolaan sampah nasional dengan kapasitas produksi yang terus meningkat. Tercatat, saat ini terdapat 679 industri daur ulang plastik tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan kapasitas produksi nasional mencapai 3,16 juta ton per tahun pada 2024.

Namun, di balik pencapaian tersebut, muncul kesenjangan pasokan bahan baku yang mengancam keberlangsungan industri daur ulang plastik. Pasokan bahan baku domestik hanya berkisar 1,2-1,4 juta ton per tahun, jauh di bawah kebutuhan industri yang terus meningkat.  Akibatnya, impor bahan baku masih diperlukan untuk menjaga keberlangsungan produksi. Ketergantungan ini sebagian besar dipicu oleh keterbatasan volume dan kualitas pasokan dalam negeri. Tantangan utama terletak pada belum optimalnya sistem pengelolaan sampah nasional, yang ditandai oleh rendahnya tingkat pemilahan di sumber, keterbatasan infrastruktur dan teknologi pengolahan, serta rantai pasok yang belum terintegrasi secara efektif. Kondisi ini membuat industri seringkali mengandalkan bahan baku impor untuk mendapatkan kualitas resin daur ulang yang konsisten dan memenuhi standar industri, meskipun terdapat risiko masuknya limbah yang tidak dapat diolah atau mengandung kontaminan berbahaya.

Tantangan industri daur ulang pun semakin besar sejak awal 2025 karena belum dikeluarkannya kembali rekomendasi impor bahan baku plastik daur ulang untuk optimalisasi penggunaan potensi dalam negeri.

Menanggapi hal ini, Eripson M.H. Sinaga selaku Asisten Deputi Pengembangan Industri Agro, Kimia, Farmasi dan Tekstil, Kemenko Perekonomian mengatakan, dunia sedang menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah, terutama sampah plastik, dimana secara global sampah plastik ini mencemari lautan setiap tahunnya, dan termasuk di Indonesia.

 “Industri daur ulang plastik memegang peranan penting dalam proses transisi menuju ekonomi sirkular, dimana ekonomi sirkular ini terdapat di dalam Prioritas Nasional 2 pada RPJPN 2025-2029. Namun, Industri daur ulang plastik menghadapi tantangan tersendiri dalam menjalani proses bisnisnya dan perlu perhatian kita bersama,” ucapnya saat FGD Nasional bersama ADUPI, di Jakarta, Senin (8/9/2025). 

Ia mengatakan, yang menjadi tantangan adalah adanya kesenjangan antara pasokan dan permintaan, dimana industri daur ulang plastik saat ini sulit untuk memperoleh bahan baku plastik (recycle), terutama yang berkualitas dan bersih dengan tingkat impuritas yang rendah, agar hasil daur ulang ini memiliki kualitas tinggi dan secara tidak langsung dapat mengurangi penggunaan produk plastik dari bahan baku virgin. 

“Kedua, saat ini terdapat peluang dan tren untuk produk ramah lingkungan berbasis material daur ulang karena konsumen semakin peduli lingkungan dan mendukung produk berkelanjutan. Bisnis ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi dengan nilai tambah tinggi, tapi juga memberikan dampak sosial dan lingkungan positif dengan mengurangi sampah dan menghemat sumber daya alam,” katanya. 

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) bersama 14 perusahaan daur ulang plastik menggelar Forum Group Discussion (FGD) nasional pada Senin, 8 September 2025, di Park Hotel Cawang Jakarta untuk memaparkan hasil kajian mendalam tentang supply-demand dan tata kelola bahan baku industri daur ulang plastik.

Hasil kajian menunjukkan industri daur ulang plastik memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Selama satu dekade terakhir, sektor ini menyumbang USD 9,2 miliar atau rata-rata 0,1 persen PDB per tahun, dengan devisa ekspor produk daur ulang mencapai USD 4,8 miliar dan cadangan devisa USD 4,2 miliar, serta investasi hijau senilai 2,2 triliun.

Industri ini secara nyata juga memberikan kontribusi lingkungan dengan membantu menyerap 7,6 juta ton sampah plastik dan menopang 9.729 pekerja terampil, 38.906 pekerja tidak terampil dan 1 juta pekerja informal dalam rantai pasok, termasuk 4,2 juta anggota keluarga di ekosistem bank sampah, TPS3R, lapak, dan agregator selama tahun 2014-2024. Tak hanya itu, industri daur ulang plastik Indonesia telah berhasil mengurangi 7,692 juta ton sampah plastik dan mengurangi emisi karbon sebesar 12,8 juta ton CO2 eq selama 2014-2024.

Namun apabila permasalahan kurangnya bahan baku dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan turunnya utilitas industri daur ulang, devisa, penumpukan sampah hingga berkurangnya lapangan kerja. 

Wakil Ketua Umum ADUPI, Justin Wiganda menyatakan, tantangan yang dihadapi industri daur ulang plastik saat ini di Indonesia yaitu masih sulitnya menyortir barang-barang untuk diolah menjadi bahan baku yang sangat dibutuhkan industri daur ulang plastik.

“Jadi, barang-barang tersebut kalau sudah bisa di-collect dan disortir, itu akan menjadi bahan baku untuk industri daur ulang. Pada saat bahan-bahan tersebut tercampur, itu menjadi sampah. Nah, di Indonesia saat ini kesulitan terbesarnya adalah barang-barang tersebut, plastik-plastik itu tidak ter-collect dengan baik dan tidak tersortir dengan baik. Sehingga nantinya bahan baku impor tersebut akan dicampur dengan bahan baku lokal karena bahan baku lokal punya keterbatasan.” jelas Justin.

Pentingnya Kebijakan Berbasis Data dan Koordinasi Lintas Sektor 

Dengan adanya inisiatif pelaksanaan FGD hari ini, menjadi langkah awal yang strategis untuk menghimpun masukan langsung dari kementerian/lembaga, pelaku industri, dan asosiasi terkait, sekaligus membangun kolaborasi lintas sektor guna memastikan kebijakan yang diambil selaras dengan kebutuhan riil industri dan juga efektif dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia. 

“Kami berharap kajian ini bukan sekadar menghasilkan angka, tetapi menjadi pijakan bersama untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Dengan data yang akurat, kita dapat menutup kesenjangan pasokan, memberikan kepastian bagi industri, dan memastikan ekonomi sirkular benar-benar menjadi motor pertumbuhan industri hijau Indonesia. Harapan kami, hasil kajian ini menjadi fondasi langkah nyata pemerintah dan pelaku usaha dalam membangun ekosistem daur ulang plastik yang berdaya saing, berkelanjutan, dan memberi manfaat luas bagi perekonomian nasional,” kata Eripson.

Dengan adanya penyelarasan rekomendasi awal yang disepakati dalam FGD oleh kementerian lembaga, pelaku industri, asosiasi, dan pemangku kepentingan lainnya diharapkan dapat mendukung keberlanjutan industri daur ulang plastik dan pencapaian target ekonomi sirkular nasional.

“Kami berharap agar berbagai pihak dapat lebih memahami industri daur ulang ini. Jadi saya harapkan apa yang kajian-kajian ini juga menjadi dasar untuk mungkin peraturan-peraturan atau regulasi pemerintah yang bisa membantu industri daur ulang dalam membesarkan dan juga memperkuat industri ini. Dan yang paling penting, kita dapat membantu pemerintah dalam mengurangi sampah-sampah plastik tersebut,” tutup Justin.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow