Menjaga Ekosistem Melalui Bambu, Berikut Manfaatnya
Tanaman bambu merupakan tanaman yang kuat dan memiliki banyak manfaat tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga terkait ketahanan ekosistem. Hal ini menjadi pembahasan Forum Bumi yang digelar pada Kamis…

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tanaman bambu merupakan tanaman yang kuat dan memiliki banyak manfaat tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga terkait ketahanan ekosistem. Hal ini menjadi pembahasan Forum Bumi yang digelar pada Kamis (18/9/2025) kemarin di Jakarta.
Bertemakan “Mendorong Arah Kebijakan Pelestarian dan Pemanfaatan Bambu sebagai Solusi untuk Ketahanan Ekosistem, Ekonomi, dan Sosial,” Forum Bumi mengupas manfaat dari bambu dengan menghadirkan sejumlah pembicara.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Haruki Agustina yang hadir sebagai pembicara dalam Forum Bumi mengatakan bambu adalah tanaman yang sangat kuat, seperti halnya kelapa sawit yang memiliki banyak fungsi dalam kehidupan.
“Bambu dapat berperan dalam konteks ketahanan, baik itu ketahanan pangan, ketahanan ekosistem, maupun ketahanan energi,” ucap Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLH, Haruki Agustina dikutip oleh TIMES Indonesia, Jumat (19/9/2025).
Menurut Haruki, pembahasan terkait bambu sudah sejak 5–10 tahun yang lalu dan kembali relevan karena sedang menghadapi keterbatasan sumber daya alam yang bersifat non-renewable, yang pada waktunya pasti akan habis.
“Oleh sebab itu, kita perlu mendorong penggunaan energi non-fosil, dan bambu bisa menjadi salah satu alternatif. Potensi masyarakat dan komunitas dalam mengembangkan bambu menjadi sangat penting, termasuk dalam konteks kerja sama dengan luar negeri,” kata Haruki Agustina.
Menurutnya, bambu memiliki banyak jenis dan karakteristik biologi yang unik. Misalnya, bambu dapat menjaga ketersediaan sumber mata air, menahan banjir, serta melindungi lingkungan dari dampak tsunami. Karena sifat-sifat tersebut, bambu memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.
Ia menyoroti peran bambu dalam mendukung target iklim nasional. Ia menjelaskan Target National Determined Contribution (NDC) Indonesia tahun 2030 adalah menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% secara mandiri.
“Bambu dapat berperan penting melalui kapasitasnya sebagai carbon sink, sekaligus memperkuat ketahanan ekosistem dan sosial di tingkat lokal,” jelas Haruki.
“Bambu memiliki keunggulan ekologis yang luar biasa. Kemampuannya menyerap karbon dioksida (CO₂) 1–2 kali lebih tinggi dibandingkan pohon kayu menjadikannya tanaman dengan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim,” sambungnya.
Selain itu Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika menekankan potensi bambu untuk mendukung transformasi industri hijau. Menurutnya, bambu dapat dikembangkan menjadi produk bernilai tinggi, mulai dari furnitur, tekstil, hingga material ramah lingkungan yang dapat bersaing di pasar global.
“Kementerian Perindustrian mendorong pemanfaatan bambu sebagai bagian dari substitusi bahan baku kayu, sekaligus mendukung penguatan industri hijau nasional,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, jika dikelola dengan baik, bambu memiliki potensi nilai tambah yang luar biasa. Tidak hanya rebung sebagai pangan, tetapi juga ekstrak bambu untuk kesehatan dan farmasi. Karena itu, perlu pengembangan industri bambu secara terintegrasi.
Ia menerangkan permasalahan utama bambu sendiri ada pada penanganan dan pengawetan. Banyak masyarakat menggunakan bambu tanpa perlakuan khusus, sehingga cepat rusak.
“Bambu yang diawetkan bisa bertahan hingga 20 tahun, sedangkan tanpa treatment hanya 3–4 tahun. Selain itu, bambu tidak bisa dipotong sembarangan, ada musim tertentu agar rebung tidak terganggu. Maka, perencanaan industri yang baik sangat diperlukan,” ungkapnya.
Kurangnya Perhatian Terhadap Bambu
Direktur komunikasi dan kemitraan yayasan KEHATI, Rika Anggraini menyampaikan Indonesia memiliki sekitar 172 jenis bambu, di mana 105 di antaranya merupakan spesies endemik. Sayangnya, bambu masih belum dianggap bernilai ekonomi sehingga jarang ditanam dan dilestarikan.
“Padahal, potensinya sangat besar, baik sebagai pengganti kayu, sumber bahan baku, maupun produk turunan lain seperti teh dari daun bambu,” imbuhnya.
Ia menambahkan, sejak 1995, setelah Kongres Bambu Dunia di Bali, pihaknya mulai mendorong penanaman bambu, diberbagai daerah seperti di Kalimantan, Jawa hingga Yogyakarta.
“Banyak lokasi bekas tambang pasir yang kemudian dipulihkan melalui penanaman bambu. Hasilnya cukup menggembirakan, mata air muncul kembali, jenis burung bertambah, dan masyarakat ikut merasakan manfaatnya,” sebutnya.
Selain itu, Rika menerangkan Yayasan KEHATI juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta melalui program CSR. Salah satunya dengan CIMB Niaga melalui skema One House One Tree, dimana setiap pembelian unit rumah disalurkan donasi untuk penanaman bambu dan lainnya.
“Pola kemitraan seperti ini terbukti membantu masyarakat menanam tidak hanya bambu, tetapi juga tanaman produktif lain seperti kopi dan pala. Dengan dukungan banyak pihak, kami percaya bambu bisa menjadi pilar konservasi sekaligus sumber ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat,” tandasnya. (*)
Apa Reaksi Anda?






