Rektor UWG Malang Jadi Pemateri Kajian Politik, Soroti Tantangan Demokrasi Pasca-Reformasi
Rektor Universitas Widya Gama Malang/ UWG Dr. Anwar, SH, M.Hum menjadi salah satu pemateri dalam acara kajian bertema Implementasi Konstitusi Melewati Seperempat Abad Reformasi, Rabu (6/8/2025).

TIMESINDONESIA, MALANG – Rektor Universitas Widya Gama Malang/ UWG Dr. Anwar, SH, M.Hum menjadi salah satu pemateri dalam acara kajian bertema Implementasi Konstitusi Melewati Seperempat Abad Reformasi, Rabu (6/8/2025).
Acara yang digelar Universitas Brawijaya Malang (UB) dan Komisi Kajian Ketatanegaraan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia itu mengusung tema Implementasi Konstitusi Melewati Seperempat Abad Reformasi.
Digelar di Ruang Rapat Lantai 7 Gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB, kajian ini dihadiri oleh pimpinan dan/atau perwakilan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Widya Gama Malang (UWG), dan Universitas Islam Malang (UNISMA) sebagai peserta eksternal.
Dr. Anwar, SH, M.Hum, Rektor Universitas Widya Gama Malang, sebagai pemateri dengan topik Evaluasi Implementasi UUD 1945 Pasca-Amandemen: Dilema Demokrasi, Penegakan Hukum, dan Penguatan Lembaga Negara.
Dalam paparannya, Dr. Anwar mengupas sejumlah tantangan krusial dalam implementasi konstitusi. Ia menyoroti suboptimalnya pembagian kekuasaan akibat praktik koalisi besar-besaran dan kompromi politik transaksional yang tidak sehat, yang merusak prinsip pemisahan kekuasaan.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih bersifat simbolis, dengan kewenangan legislasi dan penganggaran (budgeting) yang jauh tertinggal dibandingkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga aspirasi daerah kurang terakomodasi.
Mengutip data survei Transparency International, Dr. Anwar mengungkapkan bahwa 60% masyarakat menilai legislatif kerap terlibat dalam praktik politik transaksional. Ia juga mencatat bahwa kementerian menjadi instansi dengan kasus korupsi tertinggi, diikuti oleh pejabat daerah dan anggota legislatif, menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah.
Dengan analisis yang tajam, Dr. Anwar memaparkan lima rekomendasi strategis untuk memperkuat implementasi konstitusi:
1. Merevisi UUD 1945 atau undang-undang terkait untuk memperkuat peran DPD, termasuk memberikan hak budgeting dan pengawasan yang setara dengan DPR.
2. Memastikan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komnas HAM melalui revisi undang-undang guna mencegah intervensi politik.
3. Mengintegrasikan pendidikan nilai konstitusi, integritas, dan anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan, rekrutmen aparatur, dan pengembangan Aparatur Sipil Negara (ASN).
4. Meningkatkan partisipasi publik dalam legislasi dan pengambilan kebijakan melalui platform e-lawmaking, Focus Group Discussion (FGD), dan forum konsultasi publik.
5. Mendorong rekonsiliasi nasional serta penegakan hukum atas peristiwa bersejarah seperti kerusuhan Mei 1998, konflik Aceh, Papua, dan Paniai.
Dr. Anwar menegaskan bahwa kemajuan Indonesia pada seperempat abad kedua pasca-Reformasi tidak hanya bergantung pada perubahan dokumen hukum, melainkan juga transformasi mindset, karakter, dan perilaku para pemangku kepentingan. Ia menekankan pentingnya integrasi antara substansi UUD 1945, supremasi hukum, integritas moral, dan revitalisasi lembaga penegak keadilan untuk mewujudkan demokrasi substantif dan kemajuan yang berkeadilan.
Kajian ini menjadi momentum krusial untuk mengevaluasi capaian dan tantangan Reformasi, sekaligus merumuskan langkah konkret guna memperkuat fondasi konstitusional Indonesia. Acara ditutup dengan diskusi interaktif yang melibatkan para peserta, memperkaya wawasan tentang urgensi penguatan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. (*)
Apa Reaksi Anda?






