Membongkar Taktik Perang Kuno: Teatrikal Hari Pahlawan Hidupkan Strategi Supit Urang
Siswa SMA Negeri 13 Surabaya menggelar teatrikal drama fiksi yang tidak hanya membangkitkan kisah perlawanan rakyat pasca-1945, tetapi juga memadukan kedalaman sejarah lokal dengan kecerdasan strategi
SURABAYA Peringatan Hari Pahlawan 10 November di Kota Pahlawan tahun ini mendapat nuansa segar dari pementasan teatrikal siswa SMA Negeri 13 Surabaya. Berjudul Lakarsantri Berjuang, drama fiksi ini tidak hanya membangkitkan kisah perlawanan rakyat pasca-1945, tetapi juga memadukan kedalaman sejarah lokal dengan kecerdasan strategi militer kuno, menciptakan pementasan yang totalitas.
Drama ini unik karena berfokus pada perjuangan di daerah Lakarsantri yang jarang terekspos.
Sebagai sutradara teatrikal, Nuzulul Rizky Mahesa, menjelaskan bahwa setting fiksi ini disengaja untuk memastikan relevansi dan menanamkan pemahaman bahwa kepahlawanan bersifat universal.
“Tujuannya adalah agar siswa-siswi memiliki jiwa nasionalisme yang mendalam. Mereka harus tahu, pejuang bukan hanya tokoh-tokoh besar yang termuat di buku sejarah, tetapi juga masyarakat di daerah pelosok yang turut berjuang, meskipun tidak tertulis secara langsung," jelas Nuzulul.
Teatrikal ini menggambarkan perlawanan yang dipimpin oleh tiga pilar utama Pak Lurah, Bu Lurah, dan Tokoh Agama (Kiai). Peran Kiai dimasukkan untuk merefleksikan pentingnya elemen spiritual dan ulama dalam menggerakkan perlawanan rakyat di masa lalu.
M. Pasha Faizal Dewantara, pemeran Pak Lurah, menyoroti pesan kepemimpinan yang ia bawakan.
“Sangat senang memerankan Pak Lurah, karna beliau sebagai contoh pemimpin yang ideal, yang tidak hanya memberi perintah dari atas, tetapi juga berani turun ke lapangan menghadapi musuh," ujarnya.
Sementara itu, Jasmine Trisya Salsabillah sebagai Bu Lurah, tampil sebagai 'support system' yang menggerakkan wanita untuk peran non-tempur menegaskan bahwa kontribusi perempuan juga vital.
Aspek paling mencengangkan adalah penggunaan strategi perang Supit Urang, sebuah taktik pengepungan musuh dari dua sisi. Taktik ini yang diadaptasi dari Mahabarata dan pernah digunakan Jenderal Sudirman pada pertempuran 1945. Kemudian hal ini menjadi kunci keberhasilan rakyat Lakarsantri menjebak Jenderal Belanda dari penampilan teatrikal.
Pembimbing Teatrikal, Lia Revi Oktavia, mengakui bahwa proses latihan yang singkat terkendala oleh sulitnya mengumpulkan semua anggota dan tantangan teknis.
“Hanya 2 minggu anak-anak sangat luar biasa keren dalam persiapan hingga menunjukkan perannya. Begitu juga menunjukkan kedewasaan analisis yang tinggi, terlihat dari cara mereka menyematkan taktik perang Supit Urang serta menampilkan tokoh agama bersama pemimpin sipil," papar Lia Revi.
Puncak emosi terjadi di akhir pementasan. Meskipun sebagian besar adegan menggunakan rekaman suara, pemeran Pak Lurah meluncurkan orasi kemerdekaan yang live dan spontan, yang sukses membakar semangat para siswa siswi SMA 13 Surabaya usai Upacara memperingati Hari Pahlawan Nasional pada Senin (10/11/2025).
Mokhamad Imran, Kepala Sekolah SMA 13 Surabaya, menyatakan apresiasi mendalam terhadap totalitas dan kesungguhan siswa dalam berakting.
“Saya sungguh terkejut. Setelah menyaksikan cerita pertunjukan, kemudian orasi yang muncul di akhir adalah kejutan yang membakar dan mengajak. Pesan yang disampaikan dalam orasi itu nyambung dengan ajakan sekolah untuk menjadikan diri mereka pahlawan bagi diri sendiri, keluarga, dan sekolah," kata Imran.
Melihat potensi besar ini, beliau menegaskan komitmen sekolah untuk mewadahi dan mendukung bakat siswa di bidang seni, termasuk akting, melalui keikutsertaan aktif dalam ajang seperti FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional). (*)
Apa Reaksi Anda?