Tampil di Depan 1.500 Siswa Kendari, Habib Ja’far dan Alissa Wahid Jelaskan Makna Tepuk Sakinah
Sekitar 1.500 siswa Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta (MAN/MAS) di Kota Kendari antusias mengikuti Talkshow Stop Pernikahan Anak dan Gas (Gerakan Sadar)

Sekitar 1.500 siswa Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta (MAN/MAS) di Kota Kendari antusias mengikuti Talkshow Stop Pernikahan Anak dan Gas (Gerakan Sadar) Pencatatan Nikah yang digelar Kementerian Agama di arena utama STQH Nasional XXVIII, Kamis (16/10/2025) lalu.
Kegiatan ini menghadirkan dua tokoh nasional, Habib Husein bin Ja’far Al-Hadar dan Alissa Wahid, yang menyampaikan pesan edukatif tentang makna Tepuk Sakinah, pencegahan pernikahan dini, serta pentingnya pencatatan nikah resmi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi perempuan dan anak.
Dalam pemaparannya, Habib Ja’far menjelaskan konsep berpasangan dalam Al-Qur’an sebagai nilai universal yang menegaskan bahwa manusia tidak diciptakan untuk hidup sendiri.
“Karena Al-Qur’an ngajarin begitu, bahwa ketika kita menikah, itu adalah berpasangan. Bahkan berpasangan itu tidak cuma antara suami dan istri, tapi juga antar teman dan sahabat. Kita harus saling menguatkan dan melengkapi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, konsep azwajan dalam Al-Qur’an mengajarkan bahwa kehidupan sosial manusia dibangun atas dasar saling membutuhkan.
“Kita itu enggak bisa hidup sendirian. Bahkan tukang cukur saja butuh tukang cukur lain untuk mencukur rambutnya. Itu artinya kita memang harus berpasangan, saling bantu, dan saling belajar,” katanya.
Habib Ja’far juga menekankan pentingnya kolaborasi dan gotong royong dalam kehidupan sosial.
“Kalau temannya beda agama, bekerjasamalah dalam kebaikan. Kalau satu agama, bekerjasamalah dalam ketakwaan,” tegasnya.
Ia kemudian mengaitkan nilai berpasangan dengan konsep mitsaqan ghaliza dalam pernikahan.
“Pernikahan itu segitiga cinta, bukan cinta segitiga. Yang di atas adalah Allah, lalu di bawah suami dan istri. Artinya, perjanjiannya bukan dengan KUA atau mertua, tapi dengan Allah,” jelasnya.
Menurutnya, jika salah satu pihak berbohong, menyakiti, atau mengkhianati, maka hal itu sama saja dengan mengkhianati Allah. Nilai kejujuran dan tanggung jawab, kata Habib, bukan hanya penting dalam hubungan suami-istri, tetapi juga dalam pertemanan dan kehidupan sosial.
Tepuk Sakinah Ajak Remaja Pahami Lima Pilar Keluarga
Sementara itu, Alissa Wahid mengungkapkan latar belakang lahirnya Tepuk Sakinah, sebuah gerakan edukatif yang merangkum lima pilar penting bagi keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah, yaitu berpasangan, janji yang kokoh, saling cinta dan menjaga, saling ridha, serta musyawarah.
“Kami waktu itu membayangkan, keluarga sakinah itu seperti apa sih? Apa yang membuat keluarga tetap sehat dan membawa kebaikan bagi semua anggotanya? Dari sanalah lahir lima pilar perkawinan sakinah yang kemudian dirangkum dalam Tepuk Sakinah,” ujar Alissa.
Ia menjelaskan bahwa banyak perkawinan gagal karena tidak kuat di lima pilar tersebut. “Sering kali mereka lupa bahwa ijab kabul itu disaksikan oleh Allah. Ketika cinta memudar, mereka langsung berpikir untuk berpisah. Padahal, janji itu adalah mitsaqan ghaliza, yakni janji yang kokoh,” jelasnya.
Menurut Alissa, nilai-nilai dalam Tepuk Sakinah perlu ditanamkan sejak remaja agar mereka memahami makna sakinah sebelum memasuki pernikahan.
“Adik-adik yang masih di Tsanawiyah dan Aliyah bisa pakai Tepuk Sakinah ini untuk mengingatkan orang tua atau kakaknya yang sedang berkonflik. Katakan bahwa perkawinan itu janji kokoh, tidak boleh dianggap enteng,” tuturnya.
Ia menambahkan, Tepuk Sakinah juga menjadi sarana edukatif untuk menghadapi tren media sosial yang sering memandang pernikahan secara negatif.
“Sekarang banyak yang bilang marriage is scary, takut menikah karena trauma atau melihat banyak perceraian. Padahal, kalau lima pilar ini dijaga, insyaallah perkawinan akan membawa kedamaian dan rahmah,” ujarnya.
Cegah Kawin Anak
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Keluarga Sakinah, Kemenag RI, Zudi Rahmanto, menegaskan bahwa Gas (Gerakan Sadar) Pencatatan Nikah merupakan langkah konkret Kementerian Agama untuk memperkuat perlindungan hukum bagi keluarga Indonesia.
“Pernikahan yang tercatat bukan hanya sah secara hukum negara, tetapi juga menjamin perlindungan bagi perempuan dan anak. Kesiapan menikah bukan soal usia, tapi kematangan tanggung jawab,” tuturnya.
Ia menambahkan, isu pencegahan pernikahan anak kini menjadi bagian penting dalam pembangunan beragama yang maslahat. Melalui kerja sama dengan madrasah, pesantren, dan komunitas pelajar, Kemenag terus memperkuat bimbingan perkawinan (Bimwin) dan literasi keluarga.
“Kalau keluarga kuat, masyarakat juga kuat. Dan kalau masyarakat kuat, negara akan kokoh,” pungkasnya.
Apa Reaksi Anda?






