UWG Malang, Green City Movement: Urban Farming Jadi Kunci Ketahanan Pangan dan Lingkungan Berkelanjutan

Di tengah laju urbanisasi yang kian pesat dan dampak perubahan iklim yang terasa nyata, kota-kota di seluruh dunia menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan sekaligus kelestarian lingkungan.

Juli 30, 2025 - 11:30
UWG Malang, Green City Movement: Urban Farming Jadi Kunci Ketahanan Pangan dan Lingkungan Berkelanjutan

TIMESINDONESIA, MALANG – Di tengah laju urbanisasi yang kian pesat dan dampak perubahan iklim yang terasa nyata, kota-kota di seluruh dunia menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan sekaligus kelestarian lingkungan. Menyempitnya lahan pertanian, terganggunya distribusi pangan, hingga meningkatnya polusi, memunculkan kebutuhan akan solusi berkelanjutan. Salah satu gerakan yang kini mendapatkan perhatian luas adalah Green City Movement, dengan urban farming atau pertanian perkotaan sebagai garda terdepan.

Menurut Dr. Ir. Ririen Prihandarini, MS, Pengajar Urban Farming Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Widya Gama (UWG) Malang, urban farming telah terbukti menjadi strategi efektif di tengah keterbatasan ruang kota. “Urban farming memungkinkan masyarakat menghasilkan pangan dari pekarangan rumah, atap gedung, lahan tidur, bahkan sistem vertikal farming. FAO mencatat, 15–20% pangan dunia kini dihasilkan dari pertanian urban,” jelasnya. Green-City-Movement.jpg

Fenomena ini juga mulai berkembang di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Pemerintah daerah bersama komunitas masyarakat menggencarkan pembangunan kebun kota, sistem hidroponik, dan akuaponik sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan rumah tangga. Keunggulan model ini adalah mempersingkat rantai distribusi, menurunkan biaya, serta memastikan ketersediaan pangan segar di tingkat keluarga.

Selain aspek pangan, urban farming memiliki kontribusi signifikan bagi kelestarian lingkungan. Tanaman di wilayah perkotaan berperan menyerap karbon, mengurangi polusi udara, menurunkan suhu lingkungan, serta memperindah tata kota. “Pertanian urban juga mendorong pengelolaan limbah organik rumah tangga menjadi kompos, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, serta memanfaatkan air hujan dan greywater untuk irigasi,” tambah Dr. Ririen. Urban-Farming.jpg

Meski potensinya besar, pengembangan urban farming tidak lepas dari tantangan. Keterbatasan lahan, rendahnya literasi pertanian di masyarakat, hingga belum optimalnya dukungan kebijakan masih menjadi pekerjaan rumah. Namun, perkembangan teknologi pertanian pintar (smart farming), kolaborasi lintas sektor, dan integrasi konsep ini ke dalam tata ruang kota diyakini dapat menjadikan urban farming sebagai pilar penting Green City Movement.

“Gerakan kota hijau bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendesak. Saat kota bertransformasi menjadi ruang produksi, bukan hanya konsumsi, kita sedang menapaki jalan menuju kota yang mandiri, hijau, dan berkelanjutan,” tegasnya.

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow