82 Tahun Berkarya, Inilah Kisah Acil Bimbo Sang Budayawan Sunda

Bandung, kota yang selalu identik dengan kreativitas dan seni, mendadak diselimuti duka pada Senin malam yang tenang. Kabar berpulangnya budayawan sekaligus pentolan grup musik legendaris Bimbo, Raden…

September 2, 2025 - 12:30
82 Tahun Berkarya, Inilah Kisah Acil Bimbo Sang Budayawan Sunda

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bandung, kota yang selalu identik dengan kreativitas dan seni, mendadak diselimuti duka pada Senin malam yang tenang. Kabar berpulangnya budayawan sekaligus pentolan grup musik legendaris Bimbo, Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah atau yang lebih dikenal dengan Acil Bimbo, menyebar cepat melalui pesan singkat dan grup WhatsApp keluarga besar seniman. Pukul 22.22 WIB, tepat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, sang maestro menghembuskan napas terakhirnya.

“Innalillahi wa innailaihi rojiun, telah berpulang ke pangkuan Sang Pencipta Kang Acil Bimbo pukul 22.22 WIB. Semoga Allah memberi ampunan dan diberi tempat terbaik di sisi-Nya,” begitu bunyi pesan singkat yang menyebar.

Suasana Cigadung, Bandung, mendadak ramai. Jalan Biologi No. 4, rumah duka Acil Bimbo, menjadi tempat keluarga, sahabat, musisi, hingga masyarakat yang ingin memberikan penghormatan terakhir. Esok harinya, Selasa (2/9), jenazah direncanakan dimakamkan di kawasan Cipageran, Cimahi.

Detik-Detik Kepergian Acil Bimbo

Kabar duka ini dikonfirmasi oleh putrinya, Sofia Yulinar, yang menyebutkan bahwa sang ayah wafat di RSHS Bandung. “Beliau akan dibawa ke rumah duka di kawasan Cigadung,” ujarnya singkat.

Tak lama berselang, cucu tercinta Acil, aktris muda Adhisty Zara, ikut membagikan kesedihan lewat Instagram. Dalam unggahan hitam putih, Zara menuliskan:

“Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun, Darmawan Kusumawardhana Hardjakusumah pada hari Senin, 1 September 2025 jam 22.13 WIB. Mohon dibukakan pintu maaf untuk almarhum.”

Zara yang kerap memanggil sang kakek dengan sebutan Kiyang, juga membagikan video kenangan ketika ia membuat album foto khusus untuk kakeknya. “Ingat waktu itu bikinin buku ini biar Kiyang bisa inget terus sama kita dan Kiyang hepi,” tulisnya.

Kesedihan ini bukan hanya milik keluarga, tetapi juga milik bangsa yang pernah larut dalam lantunan suara emas Bimbo.

Jejak Hidup: Dari Bandung ke Panggung Musik Nasional

Masa Kecil dan Pendidikan

Acil Bimbo lahir di Bandung pada 20 Agustus 1943, anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan Raden Dajat Hadjakusumah dan Uken Kenran. Sang ayah adalah seorang jurnalis, pernah menjabat sebagai Kepala Biro LKBN ANTARA Jawa Barat. Lingkungan keluarga yang mencintai seni dan literasi menjadi fondasi bagi Acil kecil.

Ia menempuh pendidikan hukum di Universitas Padjadjaran dan lulus pada 1974, lalu melanjutkan studi kenotariatan di kampus yang sama pada 1994. Meski berpendidikan hukum, darah seni dalam dirinya tak pernah padam.

Awal Mula Bimbo

Bersama kakaknya Sam Bimbo, adiknya Jaka Bimbo, serta penyanyi Iin Parlina, Acil membentuk grup musik Bimbo pada 1966. Nama ini kelak menjadi ikon musik Indonesia, identik dengan lagu-lagu religius, cinta, sosial, dan kritik zaman.

Dipengaruhi musisi dunia seperti Robin Gibb, Everly Brothers, Cliff Richard, Tommy Steele, The Mills Brothers, hingga Paul Anka, Bimbo menciptakan warna musik yang khas.

Bimbo dan Lagu-Lagu Abadi

Sajadah Panjang dan Spiritualitas

Salah satu lagu paling ikonis dari Bimbo adalah “Sajadah Panjang”, sebuah doa yang dilantunkan indah dengan lirik religius mendalam. Lagu ini kerap diputar di televisi maupun radio setiap Ramadan, bahkan menjadi identitas musik religi Indonesia.

Melati dari Jayagiri dan Romansa Alam

Lagu “Melati dari Jayagiri” menjadi bukti lain kepiawaian Bimbo mengolah kata-kata sederhana menjadi balada penuh makna. Lagu ini membawa nuansa alam Bandung, romansa, dan keindahan yang melankolis.

Lagu-Lagu Sosial dan Kritik Zaman

Selain religi dan cinta, Bimbo juga dikenal kritis. Lagu “Tuhan” yang syahdu, “Ummat Manusia Bergembira”, “Ada Anak Bertanya pada Bapaknya”, hingga “Rindu Rosul” menggambarkan luasnya cakupan tema mereka. Pada masa pandemi COVID-19, Bimbo bahkan sempat merilis lagu “Corona”, yang viral karena dianggap seperti ramalan lagu puluhan tahun silam.

Sosok Budayawan Sunda

Pandangan tentang Budaya Sunda

Di luar musik, Acil dikenal sebagai budayawan Sunda. Dalam sebuah diskusi di Tasikmalaya (2009), ia pernah mengungkapkan kegelisahan mendalam:

“Sampai kini, hanya beberapa saja buku sejarah yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Orang Sunda lebih cenderung memegang budaya lisan dibandingkan budaya tulis.”

Acil menilai, lemahnya tradisi tulis membuat generasi Sunda kesulitan mencari rujukan. Ia mengajak masyarakat Sunda untuk menjaga nilai-nilai seperti someah (ramah), gotong royong, serta silaturahmi.

Kritik atas Perubahan Sosial

Dalam seminar kebudayaan di Garut, ia pernah mengatakan, “Bangsa Indonesia sakit keras.” Baginya, kemunduran budaya daerah membuat tatanan sosial berjalan abnormal. Warga Sunda, katanya, semakin individualistis, bahkan melebihi orang Barat.

Ia mengingatkan pentingnya filosofi Sunda: ngajaga lembur (menjaga kampung), akur jeung dulur (bersahabat dengan siapa pun), dan panceug dina galur (taat aturan dan etika).

Kepedulian Lingkungan

Sebagai pecinta lingkungan, Acil lantang mengkritisi kondisi hutan Jawa Barat. Dalam pemberitaan ANTARA (2010), ia menyoroti kerusakan di Taman Wisata Alam Gunung Tangkubanparahu. Kawasan ini adalah hutan lindung yang masuk dalam Kawasan Bandung Utara (KBU), namun semakin terancam oleh pembangunan.

“Tidak boleh sembarangan membangun di kawasan itu. Harus perhatikan lingkungan dan kearifan lokal,” tegasnya.

Lewat musik, diskusi, maupun gerakan LSM Bandung Spirit yang ia pimpin sejak 2000, Acil mengingatkan bahwa alam adalah bagian dari budaya. Bagi dirinya, menjaga hutan sama dengan menjaga warisan leluhur.

Kehidupan Keluarga

Ernawati, Anak, dan Cucu

Di balik sosok publiknya, Acil adalah suami dari Ernawati, ayah dari empat anak, dan kakek bagi sejumlah cucu. Dua cucunya, Adhisty Zara dan Hasyakyla Utami, dikenal publik sebagai mantan anggota grup idola JKT48.

Kedekatan dengan Adhisty Zara & Hasyakyla

Kedekatan Acil dengan cucunya terlihat dari kenangan yang Zara bagikan. Foto-foto ulang tahun ke-82 yang baru dirayakan 20 Agustus lalu masih terngiang. “Selamat ulang tahun ke-82, Kiyang aki sayang!! Doain Kiyang ya teman-teman,” tulis Zara kala itu.

Bagi keluarga, Acil bukan hanya musisi legendaris, tapi juga kakek penuh kasih yang selalu hadir.

Warisan Abadi Acil Bimbo

Musik, Budaya, dan Nilai Hidup

Acil meninggalkan lebih dari sekadar lagu. Ia meninggalkan nilai, pesan moral, dan jejak yang menembus batas generasi. Musik Bimbo menjadi semacam ensiklopedia rasa bangsa Indonesia: doa, cinta, kritik sosial, dan kerinduan pada Tuhan.

Inspirasi bagi Generasi Baru

Generasi baru, termasuk cucunya Zara, mewarisi semangat itu dalam bentuk berbeda. Bagi musisi muda, karya Acil adalah teladan tentang bagaimana seni bisa menyatu dengan kejujuran, spiritualitas, dan keberpihakan pada rakyat.

Dari Sajadah Panjang ke Jalan Abadi

Kini, setelah 82 tahun perjalanan hidup, Acil Bimbo menutup mata dengan warisan yang tak tergantikan. Bandung dan Indonesia berduka, tetapi lagu-lagunya tetap hidup.

Seperti bait dalam “Sajadah Panjang” yang selalu dilantunkan, hidup memang hanya persinggahan menuju keabadian. Dari panggung musik hingga ruang kebudayaan, dari hutan Bandung hingga rumah sederhana di Cigadung, nama Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah akan selalu dikenang.

Bangsa ini mungkin kehilangan seorang seniman, tetapi Indonesia tidak pernah kehilangan jejak Kang Acil Bimbo. Ia sudah menorehkan “sajadah panjang” yang akan terus dilintasi generasi demi generasi. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow