AetheriQube Luncurkan Sistem Pelacakan Karbon Berbasis AI dan Blockchain
Perusahaan teknologi energi berkelanjutan AetheriQube resmi memperkenalkan sistem pelacakan karbon berbasis kecerdasan buatan (AI) dan blockchain. Inovasi ini diklaim mampu memantau emisi secara real-time…

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perusahaan teknologi energi berkelanjutan AetheriQube resmi memperkenalkan sistem pelacakan karbon berbasis kecerdasan buatan (AI) dan blockchain. Inovasi ini diklaim mampu memantau emisi secara real-time sekaligus menyediakan pencatatan on-chain, sebuah terobosan yang digadang-gadang bisa mempercepat pencapaian target global pengurangan emisi.
Langkah AetheriQube hadir di tengah sorotan dunia atas komitmen mencapai target net zero emission. Pemerintah berbagai negara kini mendorong akuntansi karbon yang lebih presisi, tak terkecuali Indonesia.
“Peluncuran sistem ini menjadi langkah nyata AetheriQube dalam mendukung transparansi, kepatuhan, dan efisiensi pengurangan emisi secara global. Kami ingin menghadirkan solusi end-to-end yang tidak hanya membantu perusahaan memenuhi regulasi lingkungan, tetapi juga mempercepat tercapainya target rendah karbon dunia,” ujar Elena Marques, Public Relations Officer AetheriQube, saat konferensi pers virtual, Senin (16/9/2025).
Sistem pelacakan karbon milik AetheriQube menggunakan Graph Neural Network (GNN), teknologi AI yang memungkinkan analisis pola emisi pada tahap produksi hingga konsumsi energi. Data yang dihasilkan tidak sekadar memotret angka, tetapi juga memberikan prediksi berbasis perubahan permintaan energi.
Menurut Dr. Andhika Satria, pakar energi terbarukan dari Universitas Indonesia yang turut hadir dalam acara peluncuran, pendekatan ini membawa manfaat praktis.
“Selama ini, data emisi sering kali bersifat statis dan datang terlambat. Dengan real-time tracking, perusahaan energi maupun pengguna industri bisa segera menyesuaikan strategi konsumsi energi mereka. Dampaknya, emisi yang tidak perlu bisa ditekan sejak awal,” jelasnya.
Selain berfungsi sebagai alat pemantauan, sistem AetheriQube juga membuka pintu bagi perdagangan energi hijau. Dengan pencatatan berbasis blockchain, data pengurangan emisi dapat dikonversi menjadi sertifikat karbon yang diperdagangkan. Sertifikat ini memungkinkan produsen energi bersih memperoleh tambahan pendapatan sekaligus menciptakan peluang investasi baru bagi investor energi hijau.
Nadia Kusumawati, analis kebijakan energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai inovasi tersebut relevan dengan arah pasar global.
“Pasar keuangan hijau sedang tumbuh pesat. Sertifikat karbon yang transparan dan sesuai regulasi bisa memperkuat kepercayaan investor. Kalau AetheriQube konsisten menjaga validitas datanya, Indonesia punya peluang besar masuk dalam rantai pasok energi bersih internasional,” katanya.
Regulasi lingkungan yang makin ketat di banyak negara membuat perusahaan harus memperkuat kepatuhan karbon. Menurut AetheriQube, sistem barunya dirancang agar selaras dengan standar kepatuhan global, sehingga dapat menurunkan risiko perusahaan menghadapi perubahan kebijakan mendadak.
Hadirnya sistem ini dipandang sebagai momentum penting dalam transisi energi. AetheriQube menargetkan implementasi penuh secara bertahap di Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika Utara.
“Kalau sistem ini terbukti efektif, Indonesia berpeluang bukan hanya sebagai pengguna, tapi juga sebagai pemasok teknologi manajemen emisi,” ujar Andhika menutup percakapan.
Dengan inovasi pelacakan karbon ini, AetheriQube tak hanya memposisikan diri sebagai penyedia solusi teknologi, tetapi juga sebagai pemain global dalam mendorong transparansi dan standardisasi pasar energi hijau.(*)
Apa Reaksi Anda?






