Fraksi Demokrat Kritik Target 80 Ribu GRE, Zulfikar Hamonangan: Jangan Halu, Fokus ke Modal dan SDM Koperasi Desa
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, menyampaikan kritik tajam terhadap rencana pembangunan 80 ribu Gerai Rakyat Ekonomi (GRE)
JAKARTA Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, menyampaikan kritik tajam terhadap rencana pembangunan 80 ribu Gerai Rakyat Ekonomi (GRE) yang digagas Kementerian Koperasi dan UKM. Dalam rapat dengan kementerian, Zulfikar menilai target tersebut tidak realistis dan berpotensi membebani koperasi desa.
Zulfikar membuka pernyataannya dengan mengapresiasi niat baik kementerian, namun mengingatkan bahwa perencanaan harus berdasar kemampuan riil di lapangan. “Apa kata lagu Ebiet G. Ade, coba kita renungkan sejenak. Target 80 ribu GRE itu tidak mudah,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi dan UKM serta Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, Selasa (18/11/2025) di Kompleks Parlemen, Senayan.
Zulfikar mencontohkan Alfa dan Indomaret, dua jaringan ritel besar yang puluhan tahun berdiri namun masing-masing baru memiliki sekitar 23 ribu dan 21 ribu gerai. “Kita kadang suka berpikir halu, hidup dalam mimpi. Bagaimana mungkin GRE bisa selesai satu unit dalam 12 minggu?,” tambahnya.
Zulfikar juga menyinggung beban kerja Kementerian Koperasi yang menurutnya terlalu meluas hingga menyerupai perusahaan ritel desa.
Isu paling krusial, menurut Zulfikar, adalah status aset dan skema pembiayaan pembangunan GRE senilai Rp 1,6 miliar per unit. Ia mempertanyakan apakah bangunan benar-benar akan diserahkan tanpa beban kepada koperasi, atau justru menjadi utang baru.
“Jangan rusak cara pikir masyarakat desa. Mereka lebih butuh modal daripada bangunan megah yang tidak bisa mereka kelola,” ucapnya.
Zulfikar menilai, dengan penduduk sebagian desa hanya 500 orang, anggaran Rp 1,6 miliar lebih baik disalurkan sebagai modal koperasi. “Orang gila di pinggir jalan saja lebih memilih modal 1 miliar daripada dibangunkan toko tanpa bisa usaha,” ujarnya menegaskan.
Ia memaparkan pengalamannya saat reses di dapil. Salah satu koperasi merah putih di desanya ingin membuka usaha agen LPG 3 kilogram, namun membeli 100 tabung saja tidak sanggup. “Mereka ingin ngutang tabung LPG karena tidak ada modal. Pengurus koperasi 50–100 orang saja untuk makan sehari-hari sulit, apalagi membayar iuran,” kata Zulfikar.
Selain modal, ia menyoroti pentingnya pelatihan manajemen dasar bagi pengurus koperasi. Ia menyebut kemampuan akuntansi dan operasional masih sangat minim di banyak desa.
“Ilmu manajemen itu penting. Apa itu debet, kredit, cara pakai Excel, Word, akuntansi sederhana. Orang dagang di toko saja kalkulator tidak pernah hilang dari meja. Pelatihan harus jadi prioritas,” ujarnya.
Zulfikar juga mengingatkan potensi benturan kelembagaan jika GRE hadir tanpa koordinasi, terutama dengan Bumdes dan koperasi yang sudah ada. “Jangan sampai di sebelah GRE berdiri kompetitor koperasi yang sama. Ini bisa timbulkan konflik,” katanya.
Zulfikar menutup pernyataannya dengan tiga poin penting:
1. Pemerintah harus memprioritaskan pemodalan koperasi desa.
2. Peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan manajemen dan bisnis.
3. Pengawalan organisasi koperasi merah putih untuk jangka panjang.
“Niat baik belum tentu jadi baik kalau implementasinya tidak tepat,” tegas Zulfikar di akhir penyampaian.
Apa Reaksi Anda?