Inovasi, Inklusi, dan Kearifan Lokal: Merumuskan Keberlanjutan Global di Konferensi ICOS ke-10
Universitas Merdeka (UNMER) Malang kembali memperkuat kontribusinya pada wacana keberlanjutan global dengan sukses menyelenggarakan The 10th International Conference on Sustainability (ICOS) secara da
MALANG Universitas Merdeka (UNMER) Malang kembali memperkuat kontribusinya pada wacana keberlanjutan global dengan sukses menyelenggarakan The 10th International Conference on Sustainability (ICOS) secara daring, Sabtu(15/11).
Mengusung tema “Harmony in Disruption: Navigating Sustainability through Innovation, Inclusion, and Local Wisdom,” konferensi ini menjadi ajang kolaborasi penting bagi para pakar dari enam negara, Indonesia, Thailand, Malaysia, Rusia, Singapura, dan Jepang untuk mengeksplorasi strategi cerdas dalam menghadapi tantangan disrupsi teknologi, sosial, dan geopolitik global yang dinamis.
Acara dibuka secara resmi setelah sambutan dari Ketua Konferensi, Direktur Pascasarjana Prof. Dr. Grahita Chandrarin, M.Si, Ak., CA, dan Rektor Universitas Merdeka Malang, Dr. Prihat Assih, S.E., M.Si., Ak., CSRS. Dimana Beliau secara khusus menyoroti bahwa keberlanjutan tidak semata-mata bergantung pada teknologi, melainkan juga pada kemampuan esensial manusia untuk memelihara empati, keadilan, dan kearifan lokal.
Forum ICOS ke-10 menarik partisipasi global, dihadiri oleh lebih dari 250 peserta, termasuk akademisi dari berbagai universitas di Indonesia dan 51 pemakalah yang mempresentasikan hasil penelitian mutakhir. Enam narasumber internasional yang turut hadir, antara lain Assoc. Prof. Dr. Kanitsorn Terdpaopong(Rangsit University, Thailand), Asst. Professor Ts. Sr. Dr. Nadzirah Hj. Zainordin(UCSI University, Malaysia), Assoc. Prof. Kazi Sohag, Ph.D. (St. Petersburg University, Russia), Eka Nugraha Putra, SH., M.Hum., Ph.D(National University of Singapore), Asst. Professor Eko Heru Prastyo, Ph.D(Institute of Science Tokyo), Dr. Catur Wahyudi, MA (University of Merdeka Malang). Memaparkan isu-isu kritis mulai dari kebebasan berekspresi dan kebijakan hukum di Indonesia, implikasi kecerdasan buatan terhadap geopolitik ekonomi global, hingga tantangan keadilan algoritmik dalam konteks ekonomi gig.
Banyak perspektif strategis yang mengemuka dari diskusi panel. Dr. Eka dari National University of Singapore, misalnya, menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi dan mendesak perlunya penyesuaian regulasi hukum, terutama mengenai pasal pencemaran presiden dalam KUHP baru, agar sejalan dengan standar internasional untuk mencegah potensi ancaman terhadap demokrasi.
Senada dengan isu hukum dan keadilan, Prof. Kazi Sohag dari St. Petersburg University membahas dampak disrupsi digital, memperingatkan bahwa perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan dapat memperlebar jurang ketimpangan produktivitas antarnegara dan mengikis otonomi intelektual manusia jika tidak diatur dengan bijaksana.
Sementara itu, isu keadilan dalam ekonomi digital ditekankan oleh Dr. Eko Heru dari Tokyo University of Science Tokyo yang meneliti kondisi pekerja gig seperti pengemudi daring, menyoroti bagaimana algoritma berfungsi sebagai "bos tak terlihat" yang menentukan pendapatan dan beban kerja secara sepihak, sehingga menuntut regulasi yang lebih transparan.
Di sisi lain, Dr. Catur Wahyudi, MA dari Indonesia memaparkan hasil studi lintas negara mengenai komunitas Ahmadiyah, menegaskan bahwa ketulusan, resiliensi sosial, dan kepatuhan terhadap hukum merupakan kekuatan utama komunitas tersebut dalam menghadapi tekanan.
Secara keseluruhan, Konferensi ICOS ke-10 tidak hanya berfungsi sebagai ajang tukar gagasan, tetapi juga menunjukkan komitmen kuat Universitas Merdeka Malang dalam mencetak generasi akademisi yang adaptif terhadap perubahan global. Seluruh rangkaian diskusi dan kolaborasi lintas negara yang berlangsung berkontribusi langsung pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 4: Pendidikan Berkualitas dan SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh, dua pilar utama yang sangat menonjol dalam konferensi tahun ini. Dengan mengedepankan kolaborasi lintas negara, inovasi intelektual, dan penghargaan terhadap budaya lokal, ICOS menegaskan bahwa keberlanjutan hanya dapat dicapai melalui harmoni antara manusia, teknologi, dan kebijaksanaan. (*)
Apa Reaksi Anda?