Muara Komam: Menyulam Asa di Koridor Transmigrasi, Menyongsong IKN

Pemerintah menekankan, tansmigrasi tak boleh dipandang sebagai program lama yang usang, melainkan sebagai koridor ekonomi baru Indonesia.

Oktober 1, 2025 - 13:00
Muara Komam: Menyulam Asa di Koridor Transmigrasi, Menyongsong IKN

TIMESINDONESIA, PENAJAM PASER IUTARA – Suasana di Desa Sekuan Makmur, Kecamatan Muara Komam, pagi itu berbeda dari biasanya. Sejumlah mahasiswa dengan rompi berlogo Ekspedisi Patriot tampak sibuk berdialog dengan petani dan peternak setempat. Sebagian mengamati lahan, mencatat jenis tanaman, dan memotret kondisi kandang sapi. Inilah potret dari sebuah program besar yang digagas Kementerian Transmigrasi bersama tujuh perguruan tinggi negeri ternama: Universitas Indonesia, IPB, ITB, UGM, Undip, Unpad, dan ITS.

Muara Komam menjadi salah satu dari 154 titik ekspedisi yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Kehadiran mereka bukan sekadar kunjungan akademis, melainkan upaya serius untuk membaca denyut kehidupan masyarakat transmigrasi dan menata ulang strategi pengembangan kawasan. Program ini mengusung slogan: “Patriot Berkarya, Bangsa Berjaya” sebuah pesan bahwa transmigrasi tak boleh dipandang sebagai program lama yang usang, melainkan sebagai koridor ekonomi baru Indonesia. 

Membaca Ulang Warisan Transmigrasi

Sejak awal dibuka, Muara Komam dikenal sebagai wilayah transmigrasi dengan basis peternakan sapi. Warga mendapat lahan dan hewan ternak untuk dikelola. Namun seiring waktu, pola usaha masyarakat berkembang. Dari ternak sapi, warga beralih pada perkebunan karet, lalu sawit, bahkan mencoba hortikultura seperti terong, tomat, jagung, dan kacang tanah.

Sayangnya, perjalanan tidak selalu mulus. Program bantuan bawang merah pernah gagal akibat bibit yang salah. Banyak pula masalah tanah lahan yang hingga kini masih berstatus HPL, sehingga warga sulit mendapat sertifikat. Dari 200 pengajuan PTSL, hanya 30 yang tembus.

Kendati demikian, warga Muara Komam tidak patah arang. Mereka menyesuaikan diri. Sawit menjadi pilihan karena mampu memberi pemasukan bulanan yang lebih pasti, menopang biaya sekolah anak-anak dan kebutuhan harian.

Ekspedisi Patriot: Kolaborasi yang Membumi

Muara-Komam-2.jpgMenggali informasi di rumah salah satu warga (foto Niken for TIMES Indonesia)

Tim Ekspedisi Patriot di Muara Komam dipimpin Dr. Rd. Ahmad Buchari dari Universitas Padjadjaran, bersama empat mahasiswa bidang peternakan dan keperawatan. Namun mereka tidak bergerak sendiri. Universitas Padjadjaran juga menggandeng Universitas Mulawarman (Unmul) Kalimantan Timur sebagai mitra lokal. Dukungan datang dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang sudah lama bersentuhan dengan dinamika masyarakat setempat.

Kolaborasi ini membuat kerja tim lebih kokoh: mahasiswa Unpad membawa bekal riset dan teori, sementara Unmul menghadirkan pemahaman lapangan dan kedekatan kultural dengan warga. Dengan kekuatan itu, mereka terjun langsung ke desa-desa Sekuan Makmur, Binangon, Uko, hingga Muara Kuaro.

“Ekspedisi Patriot diharapkan mampu memperkuat peran transmigrasi sebagai pilar pembangunan nasional, sekaligus menyiapkan Muara Komam menjadi simpul ekonomi baru Kalimantan Timur,” ujar Buchari.

Di sana, para mahasiswa tidak sekadar mencatat dan bertanya, melainkan ikut menapaki pematang sawah padang, masuk ke kandang ternak, serta berbincang di beranda rumah-rumah kayu milik warga. Data yang terkumpul tak hanya berasal dari analisis tutupan lahan dengan citra satelit, tetapi juga dari obrolan santai bersama warga yang sering kali menyimpan jawaban paling jujur tentang potensi sekaligus persoalan desa.

Selain penggalian potensi, tim juga menggelar program Patriot Cilik (Pacil) di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Anak-anak dikenalkan pada pentingnya cinta tanah air melalui permainan edukatif. Kepala SDN 016 Muara Komam mengaku gembira: “Anak-anak bisa belajar dengan cara yang menyenangkan sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap daerah,” ujar Muh. Arafa.

Muara Komam dalam Angka

Menurut data BPS Kecamatan Muara Komam dalam Angka 2024, wilayah ini dihuni oleh lebih dari 20 ribu jiwa. Luasnya mencapai ribuan hektare dengan mata pencaharian utama di sektor perkebunan, pertanian, dan peternakan. Sawit dan karet mendominasi perekonomian, sementara komoditas pangan lokal seperti jagung, pisang, dan sayuran masih dikembangkan dalam skala kecil.

Infrastruktur dasar masih terbatas, namun jalan-jalan desa mulai terkoneksi dengan jalur kabupaten yang menghubungkan Paser ke wilayah tengah Kalimantan. Potensi energi lokal pun besar, termasuk pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian produktif.

Menyambut IKN: Muara Komam di Jalur Strategis

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara tak bisa dilepaskan dari cerita Muara Komam. Meski tidak berada di lingkar inti IKN, posisinya sebagai wilayah transmigrasi di Kabupaten Paser menempatkan Muara Komam pada jalur logistik dan penyangga ekonomi.

Dengan infrastruktur yang nantinya terkoneksi, Muara Komam bisa menjadi lumbung pangan sekaligus basis peternakan untuk mendukung kebutuhan IKN. Apalagi, rencana besar pembangunan koridor ekonomi Kalimantan menuntut adanya wilayah penyangga di luar inti ibu kota baru.

Bagi masyarakat Muara Komam, IKN adalah harapan baru. Harapan akan pasar yang lebih luas, akses jalan yang lebih baik, dan perhatian pemerintah yang lebih serius terhadap desa-desa transmigrasi. Namun, semua itu hanya bisa terwujud jika pembangunan tidak melupakan akar: kesejahteraan masyarakat lokal.

Menyulam Asa

Muara-Komam-3.jpgFoto bersama tim ekspedisi Patriot di Muara Komam (foto Niken for TIMES Indonesia)

Ekspedisi Patriot di Muara Komam hanyalah awal. Dari forum diskusi hingga sosialisasi sekolah, dari catatan lahan hingga analisis satelit, semua diarahkan pada satu tujuan: menjadikan Muara Komam bukan sekadar desa transmigrasi lama, melainkan simpul penting dalam peta ekonomi Kalimantan.

“Patriot Berkarya, Bangsa Berjaya” akhirnya bukan hanya slogan, tapi juga doa. Bahwa di tengah kebun sawit, kandang sapi, dan kelas sekolah dasar, sedang tumbuh harapan baru. Harapan bahwa Muara Komam suatu hari akan menjadi desa maju yang mampu berdiri sejajar dengan geliat pembangunan IKN.

Suara Anak Desa

Bagi Nabila, siswi kelas 3 SMP Negeri 3 Muara Komam, kegiatan Patriot Cilik bukan sekadar sosialisasi. “Senang sekali ada kakak-kakak mahasiswa datang. Belajarnya jadi seperti main, tidak membosankan. Saya jadi tahu kalau desa kita punya banyak potensi,” ujarnya dengan mata berbinar.

Sementara Kholif, siswa kelas 6 SDN 016 Muara Komam, punya kesan berbeda. “Saya jadi semangat sekolah. Kakak-kakak bilang kalau kita harus bangga tinggal di desa sendiri. Kalau rajin belajar, nanti bisa ikut bantu bangun desa,” katanya polos, tapi penuh keyakinan.

Pandangan Pemimpin Desa

Ketua BPD Sekuan Makmur, Danang Sugiono, menilai kegiatan ekspedisi ini membuka ruang dialog yang jarang terjadi.

“Biasanya warga jarang didengar sampai tuntas. Lewat forum diskusi, aspirasi petani dan peternak bisa disampaikan langsung. Ini yang kami butuhkan: ada yang mau mendengar dan membantu mengawal,” katanya.

Senada dengan itu, Kepala Desa Sekuan Makmur, M. Nur Khozin, menegaskan bahwa masalah utama warganya bukan hanya produksi, tapi juga kepastian lahan.

“Sampai sekarang masih banyak tanah berstatus HPL, belum bisa disertifikatkan. Ini membatasi warga untuk mengembangkan usaha. Kami berharap temuan tim Ekspedisi Patriot bisa sampai ke kementerian, supaya ada solusi nyata,” jelasnya.

Catatan Lapangan

Forum diskusi yang digelar tim di rumah warga Sekuan Makmur menghasilkan sejumlah poin penting. Awalnya, program transmigrasi fokus pada ternak sapi brahman. Namun, seiring waktu, sapi-sapi itu berganti menjadi sapi bali, dan bantuan peternakan lain seperti lele, bebek, ayam, serta kambing mulai diperkenalkan lewat Dana Desa.

Sayangnya, banyak masalah yang mengemuka. Dari 72 ekor sapi bantuan awal, sebagian besar mati hanya dalam hitungan bulan. Program yang ada lebih berupa pembagian, belum sampai pada tahap penggemukan atau manajemen modern.

Dari sektor pertanian, warga masih trauma dengan kegagalan bawang merah akibat bibit yang keliru. “Awalnya masa tanam tiga bulan, tapi karena salah bibit jadi enam bulan. Akhirnya petani enggan menanam lagi,” ucap  tokoh masyarakat, Syamsi dalam forum.

Meski begitu, warga punya usulan prioritas: pengembangan ternak sapi, bibit jagung pakan, serta buah-buahan lokal seperti elai. Aspirasi itu dibungkus dengan satu pesan tegas:

“Tolong kawal usulan ini, jangan hanya sekadar catat lalu hilang. Kami butuh program yang tepat sasaran,” tutur kepala desa Nur Khozin.

Selain itu, masalah pertanahan menjadi sorotan utama. Dari 200 warga yang mengusulkan sertifikasi lewat PTSL, hanya 30 yang berhasil. Selebihnya masih terjerat status HPL. Bahkan fasilitas umum seperti sekolah, masjid, dan tanah kas desa pun belum memiliki sertifikat resmi.

Aspirasi Asa

Notulensi kegiatan mencatat pula adanya gagasan pemberian beasiswa S2 dan S3 bagi anak-anak transmigrasi yang berprestasi. Ide ini muncul dari keinginan agar generasi muda punya bekal lebih kuat dalam mengembangkan desanya sendiri.

“Dengan menggabungkan riset, aspirasi warga, serta pengalaman nyata di lapangan, Ekspedisi Patriot di Sekuan Makmur menunjukkan bahwa pembangunan bukan hanya soal angka dan data, tetapi juga menyangkut suara anak-anak desa, keresahan petani, dan mimpi pemimpin lokal,” tutup Buchari. (d)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow