Pusdatin Kemendikdasmen Perkuat Strategi Program AI dan Coding untuk Pendidikan

Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) di sektor pendidikan hendaknya dipahami sebagai upaya memperkuat kinerja guru, bukan menggantikan kehadirannya di ruang kelas.

Agustus 21, 2025 - 16:00
Pusdatin Kemendikdasmen Perkuat Strategi Program AI dan Coding untuk Pendidikan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) di sektor pendidikan hendaknya dipahami sebagai upaya memperkuat kinerja guru, bukan menggantikan kehadirannya di ruang kelas. Teknologi hanyalah alat, sementara peran guru tetap sentral dalam membentuk karakter dan kecerdasan peserta didik. Pusdatin Kemendikdasmen memperkuat strategi program AI dan coding untuk pendidikan, dengan berbagai program strategis.

Hal ini disampaikan Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Yudhistira Nugraha, dalam sebuah diskusi teknologi bertajuk pemanfaatan AI untuk pendidikan yang berlangsung di Masjid Istiqlal, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

“Dalam konteks pendidikan, AI dibangun bukan untuk mengganti guru. Justru teknologi ini dikembangkan untuk mendukung kerja guru agar lebih efektif dan efisien,” ujar Yudhistira.

Menurut dia, agar pemanfaatan AI dapat dilakukan secara bijak dan optimal, para pendidik perlu memahami sejumlah keterampilan dasar. Setidaknya terdapat empat tahapan penting yang harus dikuasai guru saat menggunakan teknologi kecerdasan buatan dalam proses pembelajaran.

Pertama, guru perlu memahami dan menemukan informasi yang dihasilkan AI. Kedua, menguasai cara penggunaan AI, termasuk bagaimana menyusun perintah atau prompt yang tepat. Ketiga, penggunaan AI harus dilakukan sesuai konteks pembelajaran. Dan keempat, guru harus memiliki kemampuan berpikir kritis dalam menilai dan mengevaluasi hasil yang diberikan oleh sistem AI.

“Tidak semua yang dikatakan AI dapat langsung kita terima begitu saja. Harus ada sikap kritis dan kehati-hatian,” ujar Yudhistira menegaskan.

Yudhistira juga mengingatkan pentingnya membandingkan hasil dari berbagai model AI serta menyusun prompt secara terperinci untuk mendapatkan keluaran yang lebih akurat dan kontekstual. Istilah prompt engineering menjadi kunci, yaitu kemampuan menyusun perintah atau pertanyaan yang spesifik dan jelas agar AI menghasilkan jawaban yang tepat sasaran.

“Dengan menggunakan prompt yang tepat, kita bisa mendapatkan hasil yang lebih sesuai kebutuhan. Inilah pentingnya guru memiliki literasi digital yang kuat,” katanya.

Senada dengan itu, Ilham Akbar Habibie, Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas), menegaskan bahwa kecerdasan buatan adalah alat bantu. Teknologi seharusnya tidak dijadikan tujuan akhir, tetapi dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas manusia.

“AI adalah alat. Maka, kita harus menempatkan diri secara strategis dalam memanfaatkannya. Yang penting bukan sekadar tahu teknologi, tetapi tahu arah yang kita tuju sebagai manusia dan sebagai bangsa,” ujar Ilham.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak larut dalam euforia kemajuan teknologi dan tetap menjaga arah pemanfaatannya. AI harus menjadi instrumen yang memperkuat produktivitas dan efisiensi manusia, bukan menggantikannya secara menyeluruh.

 Nilai Kemanusiaan Tetap Jadi Fondasi

Di tengah arus perkembangan AI yang kian cepat, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu’ti, menegaskan perlunya menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan. Menurutnya, teknologi seharusnya menjadi wahana untuk memperkuat etika, spiritualitas, dan kebijaksanaan, bukan sebaliknya.

“Jangan sampai kita hanya menjadi pengguna teknologi tanpa menyadari nilai-nilai yang harus kita bawa. Kita harus tetap menjadi generasi yang menanamkan kebersamaan, kearifan, dan persatuan,” tutur Abdul Mu’ti.

Ia menambahkan, kemajuan teknologi, termasuk AI, tak dapat dihindari. Namun, pendidikan tidak semata-mata soal transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter. Di sinilah peran guru tak tergantikan oleh algoritma.

Dalam situasi tersebut, guru justru semakin dibutuhkan untuk mengarahkan pemanfaatan teknologi secara bijak, dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan, lokalitas, dan kebangsaan. (*) 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow