Di Samarinda, BLPT Kemendikdasmen Perkuat Trasformasi Digital
Pemerataan akses internet dinilai menjadi syarat mutlak dalam memperkuat transformasi digital pendidikan di Indonesia.

TIMESINDONESIA, SAMARINDA – Pemerataan akses internet dinilai menjadi syarat mutlak dalam memperkuat transformasi digital pendidikan di Indonesia. Kepala Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Wibowo Mukti, menegaskan bahwa konektivitas yang setara di seluruh wilayah akan membuka jalan bagi pemerataan kualitas pendidikan berbasis teknologi.
Dalam kunjungannya ke Samarinda, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu, Wibowo menyampaikan bahwa transformasi digital tidak cukup hanya dimulai dari digitalisasi proses belajar. Diperlukan ekosistem yang menyeluruh dimulai dari ketersediaan infrastruktur dasar, hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam menggunakan teknologi.
“Transformasi digital tidak akan berjalan tanpa infrastruktur dasar yang memadai. Ketersediaan listrik, perangkat keras seperti laptop dan komputer, serta koneksi internet yang stabil, adalah fondasi awal,” ujarnya.
Wibowo menambahkan, infrastruktur digital tidak hanya berkaitan dengan perangkat keras (hardware), tetapi juga perangkat lunak (software). Platform pembelajaran, aplikasi edukasi, dan konten digital yang relevan merupakan bagian dari pilar utama yang perlu dikembangkan secara terintegrasi.
Pentingnya Konten Digital Interaktif
Di tengah berkembangnya berbagai platform pembelajaran daring, kualitas konten digital menjadi perhatian serius. Wibowo menegaskan, tanpa konten yang baik, penggunaan teknologi dalam pembelajaran akan menjadi sia-sia.
“Konten digital yang interaktif, berbasis multimedia seperti video dan audio, dapat meningkatkan daya serap peserta didik. Kualitas bukan hanya soal tampilan, tapi juga kebermanfaatan dan relevansinya dengan kurikulum,” ujarnya.
Untuk itu, BLPT terus mendorong kolaborasi antara pengembang konten, pendidik, serta pemerintah daerah guna memastikan bahwa materi digital yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lokal dan kontekstual.
Transformasi digital, menurut Wibowo, sejatinya adalah transformasi manusia. Teknologi hanyalah alat, sementara manusia adalah penggeraknya. Oleh sebab itu, penguatan kapasitas SDM—terutama guru dan tenaga kependidikan—menjadi fokus utama dalam program-program BLPT.
BLPT secara rutin mengadakan pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan teknis bagi para pendidik agar mampu mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran, bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi sebagai bagian dari strategi pedagogis.
“Kami tidak ingin guru sekadar menggunakan teknologi karena tuntutan. Mereka harus memahami, menguasai, dan memanfaatkan teknologi untuk memperkaya proses belajar-mengajar,” ungkapnya.
Adaptasi Lokal Jadi Kunci
Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan keragaman kondisi geografis, menuntut pendekatan berbeda dalam implementasi transformasi digital pendidikan. Wibowo menekankan pentingnya adaptasi kebijakan dan strategi berdasarkan kondisi masing-masing daerah.
Apa yang berhasil diterapkan di Samarinda belum tentu bisa langsung diadopsi di wilayah seperti Papua atau Nusa Tenggara. Oleh karena itu, BLPT mendorong adanya jejaring kolaboratif antarwilayah untuk berbagi praktik baik dan strategi lokal yang efektif. Wibowo menyampaikan bahwa transformasi digital bukan soal menyeragamkan cara, tapi menyamakan tujuan: pendidikan berkualitas untuk semua.
Dalam konteks ini, BLPT berperan sebagai penghubung dan fasilitator antarbalai teknologi komunikasi pendidikan di berbagai provinsi. Pendekatan berbasis kolaborasi daerah ini dinilai lebih efektif ketimbang pendekatan sentralistik.
Menjawab Tantangan Lapangan
Wibowo tidak menampik adanya tantangan besar dalam mewujudkan transformasi digital, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Keterbatasan akses listrik, sinyal internet yang lemah atau bahkan tidak ada (blank spot), serta kekurangan tenaga ahli menjadi hambatan yang terus dihadapi.
Sebagai langkah nyata, BLPT telah merancang delapan program strategis yang diimplementasikan bersama Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan di daerah. Program ini mencakup kegiatan diseminasi teknologi pendidikan, lokakarya, pelatihan guru, dan pengembangan konten lokal.
“Kami mendampingi daerah dalam menyusun strategi digitalisasi yang sesuai dengan kondisi setempat. Kunci keberhasilan ada pada sinergi antara pusat dan daerah,” jelasnya.
Selain itu, BLPT juga menjalin kerja sama dengan mitra strategis dari sektor swasta dan lembaga internasional guna mendukung penyediaan perangkat, pelatihan, serta konektivitas internet untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil.
Transformasi digital pendidikan tidak bisa dipisahkan dari visi besar pemerintah untuk menciptakan generasi unggul yang melek teknologi. Namun, jalan menuju ke sana tidak selalu mulus. Diperlukan keberlanjutan kebijakan, komitmen politik, serta keterlibatan masyarakat luas dalam mendukung ekosistem pendidikan digital.
Wibowo menyatakan bahwa tantangan ke depan justru lebih besar. Setelah infrastruktur tersedia dan SDM terlatih, fokus harus beralih ke keberlanjutan dan inovasi. Pendidikan digital tidak hanya soal mengganti papan tulis dengan layar, tetapi membentuk paradigma belajar baru yang adaptif, kritis, dan kolaboratif.
“Transformasi digital harus terus berkembang. Ia bukan proyek satu kali, melainkan proses berkelanjutan yang terus belajar dari praktik di lapangan,” ujarnya.
Melalui strategi yang menyeluruh dan pendekatan kolaboratif, BLPT berharap transformasi digital pendidikan bukan hanya menjadi slogan, tetapi realitas yang memperkuat kualitas pendidikan di seluruh penjuru negeri. (*)
Apa Reaksi Anda?






