UB dan Pesantren Bahrul ‘Ulum Jombang Kolaborasi Wujudkan Pesantren Hijau, Air Wudhu Jadi Sumber Kehidupan
Siapa sangka air bekas wudhu yang selama ini mengalir ke saluran pembuangan ternyata menyimpan potensi besar sebagai sumber kehidupan baru?

Siapa sangka air bekas wudhu yang selama ini mengalir ke saluran pembuangan ternyata menyimpan potensi besar sebagai sumber kehidupan baru?
Itulah yang tengah dibuktikan oleh Tim Sekolah Pascasarjana Universitas Brawijaya (UB) melalui program pengabdian bertajuk “Implementasi Inovasi Pengelolaan Limbah Air Wudhu Berkelanjutan di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang”.
Kegiatan yang dilaksanakan pada 1–5 September 2025 ini menyasar lima ribath (asrama), yakni Al-Fatich, As-Salma, An-Najiyah 1, Al-Muhajirin Ilallah, dan Ar-Rochim. Program berada di bawah koordinasi Prof. Dr. Ir. Gatot Ciptadi, DESS., IPU., ASEAN Eng., bersama tim lintas bidang dari Universitas Brawijaya.
Dari Limbah Jadi Berkah
Program ini menggunakan kombinasi teknologi zeolit, elektrokoagulasi, ozonasi, dan nanofiltrasi untuk mengolah air limbah wudhu menjadi air bersih layak guna kembali.
Air hasil olahan tersebut kemudian dimanfaatkan untuk budidaya ikan air tawar dan sistem pertanian hidroponik, sejalan dengan konsep ekonomi sirkular dan keberlanjutan lingkungan.
“Selama ini air wudhu dianggap sebagai limbah yang harus dibuang. Padahal secara kimia tergolong greywater masih bersih dan bisa dimanfaatkan kembali secara produktif,” terang Prof. Gatot Ciptadi di sela kegiatan sosialisasi di Ribath Al-Fatich, Jumat (10/10/2025).
“Kami ingin pesantren menjadi pionir pesantren hijau religius, ekologis, dan mandiri,” tambahnya.
Kolaborasi Akademisi dan Santri
Tim pelaksana terdiri dari para pakar UB: Ing. Wresti Listu Anggayasti, Ph.D. (S3-SP UB), Maharani Pertiwi K., S.Si., M.Biotech., Ph.D. (PS S2-KW), dan Juwita Ratna Dewi, STP., M.P., Ph.D. (PS UB), serta empat mahasiswa pascasarjana antara lain Ardyah Ramadhina Irsanti Putri (PDIL 2023), Gladys Agnescia Sumampouw (PSLP 2024), Septian Ragil Anandita (PDIL 2024), dan Marsha Savira Agatha Putri (PDIL 2025).
Mereka mendampingi para pengurus dan santri untuk memahami cara kerja alat filtrasi, mengelola air hasil olahan, serta mengembangkan unit budidaya ikan dan hidroponik di setiap ribath. Santri menjadi subjek utama pemberdayaan SDM, sekaligus pelaksana dan pengelola sistem berkelanjutan di lingkungan pesantren.
Testimoni: Air Wudhu yang Menghidupkan
Sosialisasi yang disertai pelatihan teknis ini membawa perubahan nyata. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan, para peserta kini memahami bahwa air wudhu bukan limbah, melainkan sumber daya produktif.
“Awalnya kami tidak tahu air wudhu bisa dimanfaatkan lagi. Setelah melihat prosesnya, kami sadar bahwa air ini bisa jadi sumber keberkahan,” ujar salah satu pengurus Ribath An-Najiyah 1.
“Sekarang kami tidak melihat air wudhu sebagai limbah, tapi sebagai berkah,” tambah peserta dari Ribath Ar-Rochim.
Peserta kini mampu merancang alat nanofiltrasi sederhana, mengelola kolam ikan, dan menanam sayuran hidroponik. Hasil panen dan ikan dapat dikonsumsi sendiri atau dijual kembali, mendukung pelatihan kewirausahaan santri berbasis ekonomi sirkular.
Dari Santri Mandiri dan Pesantren untuk Dunia
Melalui kegiatan ini, pesantren diharapkan tidak hanya menjadi pusat pembelajaran agama, tetapi juga laboratorium kehidupan berkelanjutan. Air wudhu yang dulunya limbah kini berubah menjadi berkah, menghasilkan ikan konsumsi dan sayuran segar yang bisa menopang kebutuhan dapur santri.
Program ini akan berlanjut dengan pendampingan intensif dan replikasi sistem di asrama-asrama lain di lingkungan Bahrul ‘Ulum Tambakberas. UB juga menargetkan publikasi hasil kegiatan ke jurnal terakreditasi dan media massa, termasuk TIMES Indonesia.
Inovasi pengelolaan air wudhu ini menjadi model nasional penerapan teknologi tepat guna di lembaga keagamaan. Menggabungkan nilai islami, ilmiah, dan ekologis, UB dan Ponpes Bahrul ‘Ulum membuktikan bahwa air suci tidak pernah benar-benar “terbuang” bila dikelola dengan ilmu dan keikhlasan.
“Kami ingin pesantren menjadi model pengelolaan lingkungan berbasis nilai Islam. Inovasi ini bukan hanya tentang teknologi, tapi juga perubahan perilaku dan pemberdayaan manusia,” jelas Septian Ragil, peneliti sekaligus dosen Universitas KH. A. Wahab Hasbullah Jombang.
Menebar Inspirasi Pesantren Hijau
Program ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak), ke-12 (Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan), dan ke-8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi).
Universitas Brawijaya bersama Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum berencana memperluas implementasi ke pesantren-pesantren lain di Jawa Timur, sembari menyiapkan artikel ilmiah, video dokumenter, dan modul pelatihan untuk memperkuat replikasi program.
“Pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tapi juga laboratorium kehidupan berkelanjutan. Santri bisa menjadi pelopor green generationyang religius, ekologis, dan inovatif,” tutup Prof. Gatot. (*)
Apa Reaksi Anda?






