Cegah Keracunan Makanan, Pakar dari Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ingatkan Kontaminasi 'From Farm to Table'
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) belakangan ini tersandung masalah serius; keracunan makanan yang kian banyak.

TIMESINDONESIA, PONOROGO – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) belakangan ini tersandung masalah serius; keracunan makanan yang kian banyak. Insiden berulang dari dapur MBG di berbagai wilayah telah menyulut kecemasan kolektif di kalangan orang tua. Guna memutus mata rantai bahaya ini, seorang pakar dari Akafarma Sunan Giri Ponorogo menyoroti akar masalah yang tersembunyi di balik rantai pasok makanan yang panjang, yakni ancaman kontaminasi 'from farm to table'.
Devita Yudhayanti, Dosen Mikrobiologi dan Teknologi Keamanan Pangan Akafarma Sunan Giri Ponorogo (Akademi Analis Farmasi dan Makanan) menegaskan pentingnya pemahaman utuh mengenai siklus kontaminasi pangan.
Menurutnya, keracunan bukan hanya masalah kebersihan saat memasak, melainkan rentetan potensi bahaya yang dimulai sejak bahan pangan masih di lahan.
"Kasus keracunan makanan dapat terjadi melalui berbagai jalur. Sumber cemaran dapat berasal dari asal mula bahan baku pangan sampai makanan yang siap santap, yang dikenal dengan konsep 'from farm to table'," ujar Devita.
Sorotan dari dosen Akafarma Sunan Giri Ponorogo ini menjadi krusial, mengingat dara kasus keracunan yang diduga berkaitan dengan menu MBG kian banyak. Kenaikan kasus yang melibatkan program MBG yang melayani jutaan anak sekolah ini tentu memicu alarm bahaya.
Tiga Jenis Ancaman yang Mengintai Piring Anak.
Devita mengklasifikasikan kontaminasi makanan ke dalam tiga kategori utama:
- Fisik: Benda asing yang tak seharusnya ada (kaca, rambut, logam).
- Kimia: Residu berbahaya (pestisida, logam berat, bahan kimia lain).
- Mikrobiologi (Paling Berbahaya): Cemaran dari mikroorganisme penghasil toksin.
Dia secara spesifik menyebut aflatoksin dari jamur Aspergillus pada biji-bijian dan neurotoksin mematikan dari bakteri Clostridium botulinum.
Menurut pakar dari Akafarma Sunan Giri Ponorogo ini, bahaya sesungguhnya terletak pada tahap di mana mikroorganisme patogen seperti Salmonella, E. coli, dan Staphylococcus aureus dapat berkembang biak cepat. Ini terjadi jika terjadi penyimpanan suhu yang tidak tepat atau kontaminasi silang (cross-contamination) antara bahan mentah dan matang.
Mengurai Rantai Rentan 'From Farm to Table'
Konsep 'from farm to table' menelanjangi kerentanan di setiap langkah rantai pasokan. Devita menjelaskan, keamanan pangan adalah tanggung jawab bersama yang membentang dari hulu hingga hilir:
- Hulu (Pertanian): Penggunaan pestisida yang berlebihan.
- Proses: Pencemaran air untuk mencuci bahan makanan.
- Penyimpanan/Distribusi: Suhu penyimpanan yang tidak tepat.
- Penyajian: Kebersihan personel yang menyiapkan makanan.
Kerentanan ini menjadi tantangan berat bagi program MBG yang memiliki target ambisius, mengacu data Kementerian Kesehatan yang menyebut program ini telah menjangkau jutaan anak sekolah.
Solusi dan Peran Aktif Orang Tua
Devita Yudhayanti menekankan bahwa untuk mengamankan program ini, yang dibutuhkan adalah implementasi Sistem Keamanan Pangan Terpadu di setiap dapur MBG.
"Sistem ini mencakup pengendalian mutu dari hulu hingga hilir, mulai dari seleksi pemasok bahan baku yang aman, penerapan Good Manufacturing Practices (GMP), hingga pelatihan sumber daya manusia yang memadai," tegasnya.
BPOM RI memang telah memiliki pedoman, namun implementasi di lapangan belum merata. Maka, kolaborasi menjadi kunci.
"Orang tua juga perlu dilibatkan dalam pengawasan ini. Mereka memiliki hak untuk mengetahui asal-usul bahan makanan, proses pengolahannya, serta memastikan bahwa dapur MBG di sekolah anak-anak mereka memenuhi standar keamanan pangan yang ditetapkan," papar Devita.
Kasus keracunan yang marak ini harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah, sekolah, penyedia jasa boga, dan terutama orang tua. Tujuan mulia program MBG untuk meningkatkan gizi tidak boleh dikorbankan demi kelalaian dalam aspek keamanan pangan.
Keamanan pangan, kata pakar dari Akafarma Sunan Giri Ponorogo tersebut, bukanlah tanggung jawab tunggal, melainkan tanggung jawab bersama demi kesehatan generasi penerus bangsa.
Apa Reaksi Anda?






