Dokter Spesialis Saraf Luncurkan Buku Jadi Superhero Penyelamat Kejang, Edukasi Epilepsi
Dr. dr Wardah R. Islamiyah Sp.N (K) mencoba melahirkan buku menangani kejang pada pasien epilepsi berjudul "Yuk Jadi Super Hero Penyelamat Kejang".

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Epilepsi. Masih banyak yang menganggap sakit ini berasal dari faktor keturunan atau genetik. Padahal, tidak ada keterangan dari tim medis bahwa penyakit ini menurun. Begitu pula dengan penularan, epilepsi tidak menular meski ada air liur yang keluar dari mulut si penderita.
Pemahaman tentang epilepsi masih saja mengalami kendala, terutama ketidakterbukaan para orang tua maupun pendamping kepada orang-orang yang di sekitarnya. Stigma bahwa epilepsi dapat menular maupun keturunan masih saja bergulir di masyarakat.
Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang epilepsi, Dr. dr Wardah R. Islamiyah Sp.N (K) mencoba melahirkan buku menangani kejang pada pasien epilepsi berjudul "Yuk Jadi Super Hero Penyelamat Kejang".
Buku yang dibuat cukup mudah dipahami, bentuk komik sehingga tingkat pemahamannya sangat mudah. Dengan visualisasi yang menarik, serangan kejang yang disertai dengan percakapan ringan cara mengatasi kejang.
Buku itu juga terlahir sebagai wahana edukasi. Karena banyak sekali pasien atau keluarga saat hasil pemeriksaan didiagnosa epilepsi, beranggapan epilepsi adalah sakit keturunan.
“Buku ini lahir yang pertama karena prihatin, saya pegang epilepsi sejak 2010. Setiap saya menyampaikan diagnosa epilepsi, keluarganya maupun pasien syok dan selalu menanyakan kenapa,” kata dokter spesialis saraf ini, Senin (28/7/2025).
Ketika sudah dijelaskan penyebabnya, pasien maupun keluarga pasien selalu mengatakan tidak ada dalam silisilah keluarga yang mengalami kejang.
"Mereka menyimpulkan sendiri bahwa epilepsi adalah penyakit keturunan. Pemahaman ini tentunya salah, karena yang terjadi bukan seperti itu," jelasnya.
Penilaian bahwa epilepsi adalah jenis penyakit keturunan, sangat lekat di ingatan masyarakat. Padahal, beberapa kali tim medis selalu menjelaskan di setiap kesempatan mengenai epilepsi.
“Saat kontrol kesekian, seringkali keluarga mengatakan, sudah saya telusuri lo dok, kakek, nenek bahkan keluarga lain tidak satupun punya riwayat kejang. Statement seperti itu seringkali saya dengar,” ujarnya menirukan ucapan keluarga pasien.
Kemampuan menerima penjelasan dari tim medis seringkali diabaikan, atau apa yang disampaikan oleh tim medis tidak benar-benar melekat, sehingga seringkali salah mengartikan tentang epilepsi.
“Berati kan ada salah komunikasi kita sebagai tim medis menyampaikan hal tersebut atau kemampuan menerimanya yang kurang,” tutur ibu dua anak ini.
Edukasi epilepsi sebetulnya sudah lama dilakukan pemerintah, saat itu dalam iklan TV menggunakan tokoh Adi. Tokoh ini sekarang kembali digunakan dr. Wardah, agar pembaca mengingat dengan mudah.
“Saya gunakan nama Adi yang sudah pernah diiklankan oleh pemerintah, saat itu diputar di berbagai televisi di Indonesia. Di samping itu, untuk memudahkan ingatan tokoh Adi,” tuturnya.
Di sisi lain, buku ini juga menguatkan penderita epilepsi, tokoh-tokoh terkenal yang digambarkan dalam komik membuat penderita tidak berkecil hati. Seperti nama besar Napoleon Bonaparte, Julius Cesar dan Elthon Jhon penderita epilepsi yang mempunyai prestasi.
Akhir wawancara dr. Wardah berharap buku “Yuk Jadi Superhero Penyelamat Kejang” ini dapat dipahami secara sederhana oleh pasien terutama orang awam yang baru saja keluarganya terkena diagnosa epilepsi. (*)
Apa Reaksi Anda?






