FKDM Jatim Ingatkan Intoleransi Anak Ancaman Serius Bagi Kehidupan Bangsa
PKMD Jatim menilai potensi ancaman intoleransi dan radikalisasi di kalangan anak-anak dan remaja di Indonesia mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
SURABAYA Potensi ancaman intoleransi dan radikalisasi di kalangan anak-anak dan remaja di Indonesia mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Situasi ini memicu peringatan serius dari Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Provinsi Jawa Timur.
FKDM Jatim menilai kondisi ini dapat menjadi ancaman nyata bagi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Eksposur terhadap ideologi ekstrem, terutama melalui media sosial, menjadi salah satu faktor pendorong utama dalam metamorfosis radikalisme digital" di kalangan generasi muda,” kata Ketua FKDM Jatim Dr Listiyono Santoso saat Rapat Koordinasi FKDM se Jatim di Surabaya, Jumat (21/11/2025).
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah berulang kali mengingatkan bahwa kelompok radikal kini secara sistematis menyasar anak-anak dan remaja, memanfaatkan celah di ruang digital.
“Modus operandi mereka terus berkembang, bahkan terdeteksi adanya infiltrasi paham radikal melalui platform yang tidak terduga seperti game online,” jelas Listyono.
Menurut Listiyono, platform digital dipilih karena anak-anak dan remaja merupakan sasaran empuk yang rentan terpengaruh.
Karakteristik ruang digital yang interaktif mempermudah proses doktrinasi terselubung, yang pada akhirnya memengaruhi pola pikir mereka ke arah ideologi yang keliru dan ekstrem.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jatim Eddy Supriyanto menambahkan, kerawanan tersebut sudah terbukti nyata.
"Sebagai contoh, misalnya aksi massa yang disertai aksi perusakan beberapa fasilitas negara beberapa lalu yang terjadi di Jatim ternyata banyak yang pelakunya adalah anak- anak usia pelajar," kata Eddy.
Menurut Eddy Supriyanto, penggunaan internet di Indonesia yang masif, dengan lebih dari 215 juta pengguna, menjadi lahan subur bagi penyebaran konten bermuatan ujaran kebencian hingga kekerasan.
Alih-alih mendapatkan wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan anak muda seringkali menjadi kering, harfiah, dan antisosial akibat paparan konten radikal, yang dapat menimbulkan split loyalty (loyalitas terbelah) antara nilai-nilai agama yang dipahami secara sempit dengan loyalitas kenegaraan.
"Sikap intoleransi, yang merupakan penolakan terhadap perbedaan, jika dibiarkan akan memicu konflik sosial dan menghambat persatuan nasional," jelasnya.
Pada level yang lebih ekstrem, radikalisme dapat menyebabkan disintegrasi bangsa karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan mengancam persatuan dan kesatuan NKRI.
Di tempat yang sama, pakar pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Prof Anita Lie ketika dikonfirmasi terkait hal tersebut menekankan pentingnya peran aktif orang tua dan penguatan literasi digital.
Orang tua didorong untuk lebih waspada dan proaktif mengadukan konten-konten berbahaya, serta meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas daring anak.
Peningkatan literasi digital memungkinkan individu untuk lebih kritis dalam menyaring informasi dan menolak narasi radikal yang tersebar di dunia maya.
"Selain itu, pendidikan multikulturalisme, dialog, serta promosi keberagaman di lingkungan sekolah dan masyarakat juga menjadi kunci untuk menangkal penyebaran paham berbahaya ini sejak dini," kata Prof Anita.
Upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan keluarga, sangat diperlukan untuk melindungi generasi penerus dari jerat intoleransi dan radikalisme.
Diketahui, Rapat Koordinasi yang berlangsung selama tiga hari tersebut selain diisi paparan dari Kepala Bakesbangpol Jatim Eddy Supriyanto, juga menghadirkan akademisi dari Kampus Unair Surabaya Prof Bagong Suyanto.
Dalam paparannya, Prof Bagong Suyanto menyampaikan analisisnya terkait pencegahan dan penanganan kerawanan sosial.
Selain itu, peserta Rakor yang berasal dari Bakesbangpol dan pengurus FKDM Kabupaten/Kota se Jawa Timur tersebut juga diberi materi tentang penyusunan instrumen deteksi kerawanan yang disampaikan oleh Novri Susan, S.Sos, NA.PhD dari Fisip Unair Surabaya.(*)
Apa Reaksi Anda?