HIPPI Sebagai Wadah Solusi Ketidakadilan Ekonomi
Kalau saya boleh jujur, terus terang hati saya miris melihat kondisi Indonesia. Negara yang disebut dengan gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertaraharja (negeri Makmur kaya raya), namun faktanya kekayaan…

TIMESINDONESIA, MALANG – Kalau saya boleh jujur, terus terang hati saya miris melihat kondisi Indonesia. Negara yang disebut dengan gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertaraharja (negeri Makmur kaya raya), namun faktanya kekayaan masih berputar di orang dan kelompok itu-itu saja.
Saya tidak akan mungkin menyebut nama atau kelompok penikmat kekayaan Indonesia, namun sudah menjadi rahasia umum kalau penikmat kekayaan negeri ini hanya sebagian sangat kecil dari populasi negeri ini. Jumlahnya tak lebih dari 1 persen dari jumlah penduduk. Inilah mengapa saya miris. Karena adanya ketidakadilan ekonomi.
Makanya saya sepakat dengan Prof Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Polhukam yang menyebutkan, andai saja ekonomi di Indonesia bisa merata dan adil, setiap warga negara akan mendapatkan penghasilan Rp 20 juta per bulan tanpa kerja. Dari mana duit itu? Tentu dari pengelolaan yang benar terhadap sumber daya alam Indonesia yang sangat melimpah ini. Sayangnya, keadilan ekonomi itu masih belum terwujud.
Dari sinilah maka Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) hadir sebagai bentuk ikhtiar untuk mencari solusi agar tidak terjadi ketidakadilan ekonomi. Semua warga negara dari beragam kalangan ikut menikmati hasil kekayaan dalam negerinya.
Dalam buku berjudul Strategi Transformasi Bangsa yang ditulis Presiden RI Prabowo Subianto disebutkan, ketidakadilan ekonomi ini salah satunya karena kekayaan alam Indonesia banyak mengalir ke luar negeri. Ketidakadilan inilah yang menyebabkan rakyat kita terlalu banyak yang masih hidup dalam keadaan miskin, dan keadaan susah.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), gini ratio (indikator utama kesenjangan kekayaan di suatu negara) pendapatan warga Indonesia di tahun 2020 adalah 0,38. 1% orang terkaya mendapatkan 38% pendapatan di Republik Indonesia. Menurut riset lembaga keuangan Credit Suisse, di tahun 2021 angka gini ratio kekayaan warga Indonesia mencapai 0,36. 1% orang terkaya menguasai 36% kekayaan. 0,36 adalah ketimpangan kekayaan yang besar. Ketimpangan yang berbahaya. Ketidakadilan ekonomi ini jika dipantik dengan tepat dapat memicu konflik sosial, huru hara dan perang saudara yang berkepanjangan.
Jika populasi Indonesia ada 270 juta jiwa, artinya 36% kekayaan Indonesia dimiliki oleh 2,7 juta orang saja. 64% sisanya dibagi antara 267,3 juta jiwa. Gampangnya, di Indonesia ini kekayaan empat konglomerat saja setara dengan harta 100 juta orang tak mampu.
Salah satu tugas dari HIPPI bagaimana menjadikan warga kelas bawah bisa naik kelas dengan jumlah yang terus berkembang. Sehingga kesenjangan ekonomi yang terpaut demikian jauh bisa dikurangi. Makanya dalam artikel sebelumnya saya sebutkan jika HIPPI siap kerja keras menjadi jembatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan korporasi besar. Inilah cara startegis untuk melawan ketidakadilan itu. Korporasi besar diajak berkolaborasi untuk memberikan akses CSR, pelatihan dan penjualan produk berkualitas milik UMKM.
Melalui HIPPI ini sekaligus menggugah jiwa para pengusaha UMKM dan industri untuk memiliki rasa nasionalisme terhadap negeri tercinta ini. Komitmen HIPPI untuk tidak menjadi ancaman bagi siapapun. HIPPI justru menjadi mitra strategis bagi siapa saja.
*) Tulisan Dr. Imam Muhajirin Elfahmi S.Pd, S.H., MM, Advokat
Ketua Umum DPD HIPPI Jawa Timur
Apa Reaksi Anda?






