Musim Hujan, Awas Penurunan Kualitas Air Bersih Picu Penyakit, Ini Cara Menghindarinya

Intensitas curah hujan yang ekstrem tidak hanya memicu bencana hidrometeorologi, namun juga membawa ancaman kesehatan serius dengan merusak kualitas air bersih yang diandalkan masyarakat.

November 18, 2025 - 12:00
Musim Hujan, Awas Penurunan Kualitas Air Bersih Picu Penyakit, Ini Cara Menghindarinya

PONOROGO Intensitas curah hujan yang ekstrem tidak hanya memicu bencana hidrometeorologi, namun juga membawa ancaman kesehatan serius dengan merusak kualitas air bersih yang diandalkan masyarakat. Penurunan drastis kualitas air ini disebut menjadi pemicu utama lonjakan kasus penyakit, yang puncaknya diperkirakan terjadi selama dan setelah musim penghujan.

​Charlis Palupi, dosen Akafarma Sunan Giri Ponorogo mengungkapkan, air hujan yang masif menciptakan limpasan permukaan (surface run-off) yang bertindak sebagai "agen pengangkut" kotoran.

​"Limpasan ini membawa semua kotoran, mulai dari permukaan tanah, selokan, hingga luapan septic tank, dan mencampurkannya langsung ke sumber air baku yang digunakan masyarakat, terutama sumur dangkal," kata Charlis Palupi, Senin (18/11/2025).

​Tiga Kontaminasi Fatal Mengintai

​Charlis menjelaskan, sumber air yang terkontaminasi tersebut memicu munculnya sejumlah penyakit serius (waterborne diseases). Kontaminasi utama yang terjadi mencakup pencemaran tinja (E. coli), yang dapat meningkatkan konsentrasi bakteri Escherichia coli (E. coli), indikator pencemaran tinja, akibat meluapnya septic tank atau kotoran yang terbawa arus. Kondisi ini secara langsung meningkatkan risiko Diare dan penyakit saluran pencernaan.

Kontaminasi ​bakteri peptospira atau air kencing tikus. Hujan dan banjir memaksa tikus mencari tempat tinggi. Air kencing yang mengandung bakteri Leptospira tercampur dalam genangan. ​"Penyakit Leptospirosis sangat berbahaya, bakteri Leptospira bisa masuk ke tubuh melalui kulit yang luka saat bersentuhan dengan air tercemar. Gejalanya demam tinggi, sakit kepala, hingga nyeri otot parah," jelasnya.

Pencemaran fisik dan kimia. Selain mikroorganisme, terjadi pula peningkatan kekeruhan (lumpur), dan potensi masuknya zat kimia berbahaya.

​Selain penyakit bawaan air, genangan air juga memicu perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, yang meningkatkan ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD).

​Desinfeksi Air Wajib, Klorinasi Sumur Mendesak

​Menghadapi situasi ini, Charlis Palupi merekomendasikan penanganan komprehensif yang bersifat darurat dan jangka panjang. Dia meminta masyarakat untuk segera mengambil tindakan pencegahan darurat terhadap kualitas air.

​"Langkah paling efektif dan termurah di rumah tangga adalah perebusan air minum. Masyarakat wajib merebus air hingga mendidih selama minimal 10 menit untuk desinfeksi," tambah Charlis.

Untuk sumber air yang terendam banjir, dia menyarankan agar sumur segera dikuras, dibersihkan dari lumpur, dan didesinfeksi dengan klorinasi (kaporit) sebelum digunakan kembali.

​Dalam jangka panjang, pemerintah dan masyarakat didorong untuk memperbaiki infrastruktur sanitasi, memastikan jarak septic tank yang aman (minimal 10-15 meter) dari sumber air, dan memperbaiki sistem drainase untuk mengurangi genangan. Selain itu, pengendalian tikus dan peningkatan edukasi tentang PHBS (Praktik Hidup Bersih dan Sehat) menjadi kunci untuk memutus rantai penularan penyakit. (*)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow